Wait for me to come home
Kami saling mendekap dengan erat. Hal itu cukup manjur untuk mengeringkan air mataku.
Dan kepalaku berputar di bawa pada ucapan Adam, lagi lagi aku merasa begitu sakit hanya karena mengingatnya. Mungkin pergi—untuk saat ini adalah sesuatu yang ia inginkan dari ku, dan mungkin bila pikiran nya sudah membaik, kami bisa berkumpul lagi.
Mungkin.
Aku mengelap air mata Adana sekali lagi, ia sudah mulai tidak mengeluarkan air mata, hanya saja wajah polos nya yang biasanya ceria tidak ku temukan lagi. Aku sempat berpikir ingin membawa beberapa barang ku, tapi semua ini milik Adam. Itu sebabnya aku melepaskan semua yang ku kenakan termasuk cincin pernikahan kami. Aku sudah cukup banyak menggunakan hartanya, itu sebabnya bila aku keluar dari tempat ini aku tidak ingin membawa apapun. Meski hitungan nya aku masih membawa salah satu milik nya. ; dress floral yang ku kenakan, beserta baju tidur Adana.
Aku menggenggam tangan Adana dan menuruni tangga. Tapi aku terkejut ketika Adana berhenti tiba-tiba dengan tatapan tertuju ke Adam, dan kemudian ia menaikan kedua tangannya sebagai kode agar aku menggendong.
Aku mengangkat nya ke pelukan ku dengan ketakutan luar biasa akan keadaan Adana saat ini.
Adan dan wanita nya menatap ku ketika langkah ku mendekat. Sekali lagi aku memohon pada Adam lewat tatapan ku. Adana sendiri membelakangi nya, mendekap ku begitu erat.
"Aku tidak bisa tinggal disini untuk sementara." Aku berpamitan. Ia masih menatapku.
"Kau tahu kemana bisa menemukan kami!" Ssst, cepat sekali setelah aku selesai berbicara ia memalingkan wajahnya.
Ouh betapa tidak tahu malu nya aku. Ia jelas-jelas sudah menyuruh ku pergi dari tadi.
"Thanks a lot untuk semua momen; tawa. Perhatian, kebersamaan..," adam mulai menatapku lagi. Kali ini tatapan nya menyerah.
"Dan..,"
"Terimakasih sudah membayarkan hutang ayah ju. Kau tahu bahkan seumur hidup ku bersama mu tidak akan bisa membayar itu semua."
"Dan aku hanya punya ucapan terimakasih."
Mata kami bertemu. Cukup lama dalam perdebatan abstrak. Aku masih berharap ia menghalangi ku pergi, setidaknya ada satu titik yang bis menunjukan ia akan mempertahankan kami.
Tapi tidak.
Ketika wanita itu menggenggam tangan Adam, pandangan nya langsung berubah padanya.
"Mum..,"bisik Adana di telinga ku. Suaranya seperti ingin menangis, dan aku takut ia tiba-tiba berbalik dan melihat ayah nya tidak menginginkan kami.
Aku menunduk, dan menghela nafas.
Mengejutkan, surat itu di dekat sepatu ku, Aku pun mengambilnya. Hanya penasaran oleh isi nya yang telah mengobrak abrik kan kebahagiaan kami.
Aku menoleh ke Adam lagi sebelum pergi, dan dia menatap ku pilu, kemudian memandang Adana yang membelakangi nya. Aku mengelus rambut Adana hanya ingin menunjukan padanya apa yang biasanya ia lakukan pada gadis kecilnya.
"Aku lapar!" Wanita itu berkata. Dan sekali lagi pandangan nya berubah pada wanita itu.
Aku melebarkan bibir ku, dan melangkah ke depan dengan tegap.
"Mum..," Adana berbisik lagi, tapi sekarang ia membalikkan wajah nya.
Rumah Mum cukup jauh dari rumah Adam. Masih harus berjalan ke jalan raya yang jaraknya 1 kilometer. Lalu menaiki bus atau kendaraan umum—bila aku punya uang. Sayangnya tidak sepeserpun uang yang ku genggam. Jadi satu-satunya pilihan yang ku miliki adalah berjalan menelusuri jalan raya. Hingga berakhir disebuah belokan, dan melewati beberapa rumah. Lalu aku akan sampai dirumah Mum.
Beberapa kali aku merubah cara menggendongnya, terkadang ia pun berjalan. Tapi lebih banyak minta gendong.
Sejujurnya aku tak peduli pada diriku, namun Adana. Ia bahkan masih memakai baju tidur. Beruntung pepohonan tumbuh disetiap tepi jalan.
Ku rasa satu jam, eh mungkin kurang dari itu. Kami sampai dirumah mum. Beruntungnya kebiasaannya menyimpan kunci rumah dipot bunga dekat pintu tak pernah berubah. Jadi, meskipun ia tak dirumah, akupun bisa masuk.
"Mum, aku haus!” keluh Adana yang masih berada di gendonganku.
Aku mendudukan nya di sofa dekat dapur, kemudian aku beranjak mengambilkan nya minuman.
“ ini.., semoga bisa mengaliri tenggorokanmu..” ku julurkan segelas minuman. Tapi tatapannya tidak menyenangkan.
“Aku mau susu, Mum!” tegasnya.
“ Nanti kita beli, setelah nenek pulang! Sekarang minumlah.. ” ia menggeleng.
Dan aku bingung.
Aku berbalik ke dapur, dan meminum segelas air tadi. Kemudian aku iseng-iseng membuka kulkas, ada jambu, apel, dan semangka. Aku memotong semua buah itu dan menatanya di piring.
Adana sendiri membisu di tempat, entah apa yang pikirkan, aku buru-buru menunjukan potongan buah tadi.
"Kita makan ini dulu ya, sambil nunggu nenek?!"
Adana masih diam, lalu menatap potongan buah tadi.
“Tapi janji ya setelah nenek pulang, susunya dibeli?” pandangannya mulai beralih ke arahku. Aku mengangguk. Iapun ikut mengangguk. Lalu memakan potongan buah tadi dengan lahap.
"Mum, buku malaikat melindunginya ada di sini kan?" Oh iya kalau saja Adana tidak mengingatkan mungkin saja aku lupa.
"Yuk ke kamar Om Vaad Mum?!" Adana langsung bergerak, tapi dia masih memakai baju tidur, aku juga baru ingat kalau dia belum mandi.
Aku membawa Adana mandi duku, beruntung beberapa bajunya di tinggal disini jadi kami tidak perlu bingung.
Setelah mandi, aku ke kamar Vaad mengambilkan buku malaikat pelindung. Dan kemudian kami berdua berbaring di tempat tidur ku. Sesekali matamu terpesona oleh foto-foto ceria ku bersama Arka, rasanya hanya "aneh" dalam arti perbedaan ini. I was thinking that aku akan menikah dengan Arka, dan hidup bahagia selama lama nya, but bukan itu yang terjadi.
Adana, dia bukan hal yang harus ku sesali. Dia lah yang mengangkat ku jauh dari bayangan hidupku bersama Arka.
“ Mum, kenapa Dad membentakmu?” pikiranku tersedak.
“Di-dia tidak melakukannya! ”
“Tapi nenek bilang berbicara dengan keras itu disebut membentak, dia tidak mengizinkanku berbicara seperti om Vaad dan tante Virgi ketika bentak-bentakan.”
Ouh, dia sudah besar. Dia menyerapi banyak hal dengan detail.
“ Lalu siapa tante cantik yang bersama Dad tadi?”
“Teman kerja.”
“Kenapa Dad tidak mengantar kita ke rumah nenek?" Aku melebarkan bibir ku, sejujurnya aku sendiri bingung harus bagaimana. Tapi sebisa mungkin aku tidak ingin memperkeruh hari jernih Adana yang menyayangi Adam dengan sangat.
“Well, Adana tahu sendiri, belakangan ini Dad kan memang sedang banyak pekerjaan."
“Bersama tante itu?”
"Bersama banyak orang!" Ralat ku.
Ouh, ia mengangguk dan memeluk buku malaikat pelindung di dadanya. Pandangannya ke langit-langit.
Aku berulang-ulang menciumi pipinya dengan rakus, hanya ingin mengganggu pikirannya yang jauh entah dimana.
😂😂😂 Adana tertawa.
Dan kemudian terdiam, dan kami sama-sama terdiam.
Tidak biasanya ia setenang ini.
Ku harap bukan perubahan yang tidak baik.
"Ayo menggambar!" Aku berbisik. Berusaha mengangkatnya dari kegelisahan nya.
"Aku lelah, Mum." Ia berkata.
Dan tidak lama Adana menutup mata. Tidur nya nyenyak sekali.
Aku hanya bisa memandangi nya, bertanya-tanya apa yang akan terjadi setelah ini.
Dan pandangan tajam Adam yang penuh kemarahan menyelinap cepat sekali.
Aku turun lagi untuk mengambil surat tadi.
Dan isinya unpredictable
Arzalea..
Aku tahu aku tidak pernah sebegitu berarti untukmu melebihi apa yang kau miliki saat ini. Namun akupun tidak pernah bisa menendangmu keluar dari pikiranku.
Aku menyesali beberapa hal yang berlalu.. masih sama seperti keberanianku menciut ketika menatapmu.
Kau pantas mendapatkan kebahagiaan. Namun aku tahu persis dari tatapanmu ketika kita terakhir bertemu—kau tidak bahagia. Mungkin beberapa alasan mendominasi, namun yang secara jelas ku lihat kau tidak mencintainya.
Aku selalu merasa kau bahagia bersamaku.
Itu yang ku tahu.
Bila kau rasa aku salah, lupakan saja semua ini.
Akupun tidak akan pernah membahasnya lagi.
Aku melepaskanmu berkali-kali, hanya karena aku tidak tahu bagaimana caranya berkata "Wait for me to come home!"
Lalu membuatku sadar, aku akan kehilangan dirimu selamanya.
Jadi.. mari ambil kesempatan yang tidak sempat ku tawarkan.. Lalu tetap berjalan pada rencana kita.
Menggapai mimpimu, menggapai mimpiku.
Bila kau sependapat denganku.. segeralah hubungi aku, lalu kita pikirkan jalan keluarnya.
Tertanda,
Arka?
Satu-satunya orang yang ku ingat hanya dia.
Jadi buku-buku dongeng itu dari Arka?
Oh Tuhan,
Pantas saja Adam tidak tahu menahu mengenai semua perkataan ku ketika itu.
Adam sengaja menahan surat Arka? lalu mengancurkan ponselku?! Dengan satu harapan, agar aku bisa menjauhinya?!
0 komentar