c | Reason Season Lifetime | Journey To Northen Light

Reason Season Lifetime

Aku melingkari hatinya
Dan ia tidak pernah mengisinya.
Melodi-melodi itu berputar menjauhkan.
Aku tahu sampai sinilah seharusnya berakhir.
Aku belajar menyukai suara langkah ku yang menjauh dari hal-hal yang tidak diharuskan untuk bersamaku.
Karena itu satu-satunya pilihan.

Aku bisa mengklaim ini akhir pekan terbaik selama Aku menjadi ibu. Bukan berarti kebersamaan ku dengan Adam tidak baik. Hanya saja, suasana tak beraturan ini mendukung ku berkata bersama Arka memang membuat hari  ku meletus seperti petasan. He is a great men. Ia selalu bisa menarik ku jauh dari pemutaran menyebalkan bayangan hidupku. He knows exacly how to treat a girl. N as always, dia tempatku berteduh setiap kali ku rasakan kehidupan tak berpihak padaku.

Adana dan Arka membuat riuh lorong-lorong perpustakaan.  Mum berdiri, dan menempelkan jari telunjuk nya ke bibir.

“ Sttt” Arka menirukan Mum dan menatap Adana, ia tertawa sebentar, tapi langung menempelkan jari telunjuknya ke bibir.

Keduanya berjalan bergandengan lalu mendekatiku.
"Hey.." Aku setengah tertawa mengingat kejadian tadi, lalu mengelus rambut Adana.

Arka sendiri sudah duduk di sampingku.

“ Dua ekor Penguin yang manis.” Ouh buku karya Mum dan Vaad sudah ada di tangan Arka.

"Adana ingin mendengar ceritanya?"
Adana mengangguk dan bergerak duduk di pangkuan Arka.

“ Suatu hari disebuah kutub yang dingin dan penuh salju..," tangan Arka bergerak mendekat Adana untuk memperagakan padanya rasa dingin. Dan lagi lagi bibir Adana terbuka hingga menunjukan giginya.
" dua ekor pinguin perempuan tengah asik menggerak-gerakkan siyipnya.” kini Arka mengangkat tangan Adana ke atas dan bawah.
“ merekapun terlihat bahagia.” Lanjut Arka membuat kepalaku bergerak mendekati pundaknya. Lalu bersandar—ikut mengamati cerita bergambar Vaad yang di tulis Mum.

“ Ayahnya berkata; putri-putriku yang manis.., ayo bantu Ayah mencari ikan untuk Ibu kalian
." Suara wibawa Arka yang terdengar bijak mengagumkan untuk di dengar.
"Kita akan menbuat kejutan dihari ulang tahunnya.”

“Ouh yang mana Ayahnya?” kena lu Arka! 😂😂😂  Adana memang cerewet, tapi aku suka😍😍😍 dia sering bertanya banyak hal yang tidak dia mengerti, apalagi hal baru.

“ yang lebih tinggi ini.” Jari tangan Arka menunjuk ke penguin tinggi dan gagah didepan dua pinguin yang tingginya hanya sesiripnya, dengan badan mungil.

Ouh.. mata Adana berkata seperti itu. Lalu ia mengamati gambar tersebut.

“Hmm, bagaimana cara membedakan pinguin laki-laki dan perempuan?”
Hmm.., Arka berpikir. K
eingin tahuan Adana membisukan suara Arka beberapa saat. Lalu kepalaku di pukul lembut beberakali dengan dagunya. Akupun menoleh, matanya benar-benar kebingungan mencari pertolongan dariku. Tapi aku hanya mengangkat daguku sekilas. Aku sengaja tak membantunya, karna wajahnya terlihat begitu menggemaskan saat tak mengerti sesuatu.
Itu adalah salah satu bagian kesukaanku ketika bersama Arka. Tapi kebahagiaan itu terjadi singkat sekali, seperti yang Adam katakan minggu malam senin ia akan menjemputku, dan Arka akan kembali ke Surabaya.

“ Jadi.., suamimu akan menjemputmu jam berapa?” Arka bertanya setelah menatap jam tangannya sekilas.

“Dia bilang sehabis pulang kerja.” Arka terkekeh.

“ ini sudah jam setengah 7. ” mendadak tawanya berhenti, berubah ke suara bernada sinis.
Aku tidak memiliki alasan untuk membela suamiku, kami sama-sama tahu ia hanya bekerja sampai pukul 5, tapi entah mengapa setahun belakangan jam kerjanya sampai larut malam, bahkan pagi lagi. Aku tahu beberapa hal yang tersembunyi, tapi aku pun berusaha menyamarkan pemikiran menakutkan itu dengan hal-hal positif. Aku pun tahu aku hanya menghibur diri, tapi aku sudah berjanji untuk Adana akan bertahan.—selama tingkah nya tidak melebihi batasan yang ku sepakati dengan diriku.

Entahlah berapa lama lagi berdiam dan berdiri akan merubah sesuatu. seperti yang sudah sama-sama kami sadari, pernikahan kami hanya bermodalkan saling menghargai.. tanpa didampingi kasih sayang sebagaimana pernikahan dilakukan. Ah mudah saja melupakan alasan itu, dengan berjalannya waktu barangkali akupun akan terbiasa dengannya, lalu mencintainya.

Untuk melupakan pemikiran tolol itu, ku alihkan pandanganku pada Mum dan Virgi yang baru mengangkat kue open. Adana sudah disamping kue itu, lalu mengobrak abrik beberapa bagian bersama Vaad.

“Apa sesuatu terjadi pada kalian?” mataku kembali mengarah ke bola mata indahnya yang menghanyutkan. Tiba-tiba aku bingung, padahal tadinya aku sempat ingin menceritakan masalahku padanya. Tapi kini aku malah takut akan mengacaukan semuanya. Bagaimanapun masalah ini menyangkut aku dan Adam. Bukan lagi masalah pribadiku yang biasa ku ceritakan padanya.

“ Apa kalian bertengkar atau semacamnya?” tatapannya mencurigakan. Seakan dapat membaca apa yang ku katakan dalam hati. Akupun buru-buru menggeleng. Karna sejujurnya kamipun tak pernah bertengkar mengenai apapun. Hanya saja.. aku merasakan kerenggangan dalam hubungan kami. Tanpa pertengkaran atau apapun juga. Dia seakan menjauh begitu saja, tanpa sebab. Atau mungkin ia menemukan perempuan sempurna di luar ana—siapa tahu.

Aku mengalihkan pandangan ku ke Adana lagi. Dan berkeras apapun yang terjadi di luar sana bersamaan Adam, aku akan tetap menjadi istrinya untuk Adana.

“ Lihatlah Adana, dia terlihat begitu bahagia. Bagaimana bisa ada sesuatu terjadi pada kami.” aku masih belum mendengar suara Arka, dan hal itu membuat ku menoleh padanya. Dan mengejutkan Arka tengah memandangku. Tiba-tiba tatapannya berpaling.

“ Barangkali hanya perasaanku.” Gumamnya. Lalu iapun berdiri dengan sirgap dari sampingku ke meja ditempat Adana dan Vaad menghabiskan kue.
Ia menyuapkan makanan ke Adana. Sesekali. Tak jarang pula ia melibatkanku ketika bercanda bersama Adana.

Beberapa waktu setelahnya.. sekitar pukul 7.30 Adam menjemput. Tentu pikirannya bertanya-tanya ketika melihat Arka. Lalu merekapun dengan kaku berkenalan. Tatapan keduanya beragah-agah. Adam memperkenalkan dirinya sebagai suamiku, dan Arka memperkenalkan dirinya sebagai sahabatku. Tak lama  hanya sebatas perkenalan saja, Adampun mengajakku dan Adana pulang. Ia bahkan tak sempat menikmati kue buatan Mum dan Virgi.

“ Semoga perjalanannya lancar.” Ucapku pada Arka. “ dan untuk menghindari mimpi aneh.. barangkali kau bisa mendengarkan beberapa lagu.” Lanjutku. Arka merespon dengan tertawa geli. Membuatku kami terjebak tertawa, mengabaikan Adam yang tengah menggendong Adana.
Dan Adam hanya terdiam, bahkan mengabaikan beberapa pertanyaan Adana. Aku pun memperpelan tawaku.

“ Adana, sayang, kau ingin mengucapkan sesuatu?” Iapun langsung membuka tangannya dengan lebar, dan Arka mendekatinya untuk mendekapnya. Setelah itu ia mencium kening Arka.

"Hati-hati dijalan.” suara Adana membuatnya tertawa. Lalu mengangguk. Dan ia pun mengelus pipi Adana.
“Jangan makan permen terlalu banyak!” pesan Arka.

“Oh well, Mum.. kami harus pulang! Ku ambil kembali istriku. Terimakasih sudah menjaganya.” Adam lekas-lekas melangkahkan kaki keluar, Seakan ia ingin buru-buru menjauh dari rumah Mum.

Adana memintaku duduk didepan, sedangkan ia ingin bermain bebas di belakang.
Ku pikir aku dan Adam baik-baik saja. Tapi aku tidak bisa berpura-pura, begitu pun dengan nya. Kami berdua terlihat canggung.., saling menoleh sembunyi-sembunyi tanpa suara.
"Hmm, bagaimana akhir pekanmu?" Aku memulai pertanyaan.

"Berjalan lancar!" Hanya itu jawabannya. Ia pun tidak bertanya apa-apa lagi.

"Ouh aku senang mendengar nya, akhir pekan kami pun menyenangkan."

Adam mengangguk, dan suasana masih sama kikuk nya.
Setelah mobil berhenti aku langsung keluar sembari menggendong Adana menuju kamar. Kemudian aku menggantikan baju tidur Adana, begitu pun padaku.

Baru beberapa menit bersama Adam, perubahan dari kegembiraan ke keadaan muram sudah ku rasakan. Adam benar-benar berubah, dia lebih suka bertatap dengan ponselnya ketimbang mengobrol bersama Adana.

“Dad..” panggil Adana kesal di sampingnya. Ia sudah berpakaian baju tidur. Adampun malah sudah merebahkan badannya. Tapi Adana diabaikan.
“Dad.. ” sekali lagi Adana memanggil sembari menarik-narik baju Adam. Ia hanya menoleh Adana sekilas, sembari tersenyum lebar. Lalu menyibukkan dirinya dengan menyentuh ponselnya berulang-ulang, mirip mengetik. Tapi entah apa yang ia ketik, aku tidak bisa menjangkaunya dari tempat dudukku yang berada diujung tempat tidur—melipat ulang baju-baju Adam. Tadi ketika ku buka lemari, mengambil baju tidur untuk kami bertiga. Ku lihat baju-baju Adam berantakan. Macam diobrak abrik. Padahal dulunya ia orang yang rapi. Dan akupun hanya meninggalkannya dua hari atas permintaannya. Masa hanya mengambil baju beberapa kali sendiri saja, ia menghancurkan lemari?!😤😵
Adana yang kesal langsung duduk didada Adam. Lalu menarik ponselnya dan menghempaskannya ke lantai.

“ Uh.. Adana..” ujarnya dengan suara datar tapi nadanya mengeluh.

“ Dia ingin bermain denganmu!" Aku mengeja perkata.
"Kau menanggalkan kami dua hari tanpa kabar!"

Adam segera merengkuh wajah Adana. “ kalau begitu maaf, sayang!” Katanya. Dengan polos penuh kasih sayang, Adana merebahkan badannya di dada orang yang ia rindukan itu. Lalu Adam mulai mengambil buku dongeng disampingnya, yang sudah Adana abaikan, ketika berada dipelukan Dadnya.

Aku mulai berjalan ke lemari, memindahkan baju-baju Adam yang sudah ku rapikan. Setelah itu akupun ke dapur, mengaliri tenggorokanku yang kering dengan air putih. Bisa dibilang suaraku hampir habis, serak. Itu biasa terjadi ketika disamping Arka. Karna begitu banyak kalimat yang selalu ku ceritakan padanya. Apalagi kali ini kami tidak bertemu setahun. Tentu aku menceritakan segalanya yang ku alami. Kebanyakan hal-hal menggemaskan yang Adana lakukan.

Setelah tenggorokan terasa lebih baik, akupun mengambil segelas minuman air putih. Untuk berjaga-jaga bila nantinya Adana terbangun ditengah malam.

“ Malaikat pelindung?” tak sengaja ku dengar suara Adam.

“Diapun menjaga mimpi Mum selama ini.” Jawab Adana. Aku memutuskan tidak langsung masuk, memandang mereka sembunyi-sembunyi dari balik pintu. Aku hanya penasaran apa yang akan mereka obrolakan bila tidak ada aku.

“Sungguh?” tanya Adam sembari mengelus rambut bergelombang Adana.

“Ya.” kesunyian beberapa detik.

“Dad, bolehkan Adana meminta permohonan.” Pandangannya menyiksa Adam. Lalu Adampun tersenyum dengan ragu.

"Apapun, sayang!”

“ Adana sedih ditinggal Dad. Mum juga. Adana ingin Dad dirumah. Adana mau dibacakan pelukan.. ous bukan.. bukan..” Matanya memandang ke atas. “ Adana mau dibacakan dongeng. Adana mau tidur dipelukan Dad! Mumpun sama. Dia ingin menyandarkan kepalanya di tahu papa.” Adam setengah tersenyum. Lalu mengelus pipi Adana.

“Maksudmu bahu?”

“Tahu Dad..,” Adam terkekeh.

“Katakan pada Dad, siapa yang mengajarimu berbicara seperti itu?”

“ Malaikat Pelindung Adana.”

“Sepertinya dia begitu penting untukmu? Apa Mum pernah..” aku tiba-tiba tak ingin mendengar pembicaran ini lebih jauh. Bagaimanapun semua tentang Arka akan menyiksaku. Malah nantinya akan merusak saat-saat langka kebersamaan kami.
Akupun mundur beberapa langkah ke belakangku.

"Minum.., siapa yang mau minum.” Teriakku sembari berjalan mendekati Adana dan Adam. Tidak ada yang menyahut, malah terfokus pada buku dongeng. Adanapun sudah menompang didada Adam lagi. Lalu ku taruh saja minuman tersebut di meja lampu disamping Adam. Lalu Aku merebahkan badan disampingnya.

“Waktunya tidur.” Bisikku pada Adam. Aku baru ingat kalau nyaris dua bulan ini, hubungan kami benar-benar merenggang.. kami tak lagi melakukan hubungan yang biasa dilakukan seorang istri dan suami. Hal itu membuatku bertanya-tanya kiranya apa yang salah dariku?

“bagaimana lagi Adana belum mengantuk.” Ujar Adam. Lalu akupun mengalihkan pandanganku. Tak sengaja melihat lipstick bercecer dilantai. Akupun segera berdiri, ingin merapikannya. Tapi ketika ku ambil lisptick tersebut, aku baru tahu kalau itu bukan miliki. Merknya berbeda dari biasa yang ku pakai. Tapi aku tidak berpikiran negatif, barangkali saja Adam berniat menghadiahkannya untukku, lalu tak sengaja terjatuh.

“ Mum, kemari.” Adana mengeluh, membuyarkan lamunanku. Aku langsung menoleh, lalu berjalan mendekati tempat tidur.

“ kau bilang rindu Dadmu?” tanyaku sembari meletakkan lipstick tak dikenal tadi di sebelah segelas air putih. Sementara tubuh ku sudah tak sabar untuk berbaring.

“Tapi aku tak bisa tidur tanpamu.” Ia terlihat sedih. Lalulah membuat Adam bergeser memberikan ruang untuk Adana ditengah-tengah kami. Tapi ia malah menompangkan badannya didadaku. Membuatku melingkarkan kedua tanganku dipunggungnya. Matanya masih menatap ke buku, mendengarkan Adam membacakan dongeng.

“ Lalu para peripun terbang bebas melintasi langit biru, tanpa ketakutan terjebak dalam kejar-kejaran bersama burung-burung. Dan.. selesai.” Adam menutup buku dongeng lalu memandangku.

“dia tertidur.” Kata Adam. Aku mengangguk. Tapi ia terdiam menatapku, aku sendiri gemetaran. Antara takut mengetahui rahasianya yang sudah ku tahu lewat tatapan nya yang sudah tidak mengingin kan ku. Atau perbedaan lain yang sudah mulai merubah perasaan ku.
Adam mengangkat tangan kanan nya hati-hati memastikan tidak menyentuh Adana, lalu mengelus pipiku, ia tersenyum ragu, lalu mendekat kan bibirnya. Aku bisa merasakan kalau kami berdua menikmati ini.
Ia pun berhenti perlahan—dengan enggan.
Lalu memandang ku lama. Aki bertanya-tanya apa yang ia pikirkan.

“Bolehkah aku bertanya sesuatu?”  aku mengangguk menang, mendengarnya mau berbicara.

“Apa kau merahasiakan sesuatu dariku?” Aku bingung. Dan menyatakan seluruh pandangan ku padanya.

“ tentang apa?” aku memperjelas. Menurutku aku tidak pernah merahasiakan apapun darinya.

“ aku tidak tahu.” wajah Adam nampak begitu serius.
Aku setengah tertawa.
“ akupun tidak tahu.”

Adam mengalihkan pandangan nya dari ku.“ oh ya.. Adana.” Katanya sembari mengangkat Adana pelan dariku. Lalu menidurkannya diranjangnya. Seharunya ia sudah memiliki kamar sendiri, Adam bahkan sudah membelikan segalanya untuk mendekorasi kamar tersebut. Tapi Ia tidak suka berbeda ruangan dariku. Dan rasanya bahagia tahu kalau ia tak bisa hidup tanpa aku. Aku merasa berguna, meski hanya untuknya.

Menunggu Adam kembali ke sampingku, tak sengaja mataku menatap jam yang menunjuk ke pukul 9.10 , kurang dari satu jam lagi Arka akan ke Surabaya. Dan lagi lagi Arka mengelilingi pikiranku, memutar-mutarkan beberapa hal seperti.. Siapa yang menatakan baju-bajunya? Apa semua yang ia perlukan sudah ia bawa? Bagaimana nantinya kalau ia tertidur dan bermimpi buruk? Cukup Arzalea, cukup! Berapa kali lagi aku harus meyakinkan diriku, kalau sekarang Arka sudah menjadi Pria. Dia bukan anak SMA itu lagi, yang barangnya berserakan diseluruh tempat.
Duk.. Adampun membaringkan badannya disampingku. Tapi ia menatap langit-langit.

"Sebenarnya aku marah padamu!" Adam mulai menoleh.
"Aku tidak tahu, aku yang berubah atau kamu, tapi aku tidak suka kamu pulang larut malam. Aku tidak suka kamu sibuk di ponsel mu. Aku mulai tidak suka banyak hal tentang kamu."

Adam memandang ku lama.
"Aku sudah tidak mengenal Adam yang dulu." Suaraku mendadak terdengar pilu, aku bahkan terkejut.

Adam melebarkan bibirnya, dan aku mulai menyentuh pipinya yang memiliki jenggot tipis.
"Please.., tell me.. kalau aku melakukan suatu kesalahan!" Aku sungguh ingin menangis ketika itu. Dan Adam langsung menangkap tanganku.

"Aku masih Adam yang sama, hanya cara berpikir ku yang berubah."

Adam mengecup kening ku.
"Aku tahu kau masih orang yang sama, tapi mungkin pikiran mu berubah."

Share:

0 komentar