c | Beside you | Journey To Northen Light

Beside you

Aku menghela nafas panjang menunggunya sampai di hadapanku. Bukannya seharusnya ini bukan apa-apa. Tapi menatap matanya yang sama menenangkan, aku gemetaran.
Pria berwajah malaikat itu tersenyum 😄😄😄

“ A-Arka..” bibirku gemetaran.
Tapi matanya langsung berpaling ke Adana.
" hey.., cantik!” Adana tersenyum malu. Dan Arka jongkok didepan Adana untuk mengimbanginya.

“ Aku Ayah pelindung mimpimu!” Arka menjulurkan tangan kanannya. Adana menatap tangan Arka dengan bingung.
"Bagaimana kalau membeli ice cream?"lanjutnya mengulurkan kedua tangan—berniat menggendong. Tapi Adana malah menggengam pergelangan tanganku. Lalu akupun mengambil alih Adana untuk duduk di pangkuan ku.

Arka pun bergerak untuk duduk di sampingku—tak menyerah mendekati Adana.

“ Apa kau tahu ayah pelindung mimpi berarti.., aku akan selalu disampingmu apapun yang terjadi!" Adana mulai memperhatikannya. Tapi aku tidak yakin Adana mengerti maksud Arka dengan baik. Dia hanya 3 tahun.
Diam menyihir , Arka kikuk.
" aku akan melindungi dari anak-anak nakal.” lanjut Arka kemudian.
Aku terkekeh mendengarnya.

“ Dia tahu.” Aku menjawabkan, membuat mata Arka memandangku.
“Asal Adana tahu.. dia melindungi mimpi Mum juga.”

“Berarti dia bukan orang jahat!” respon cepat Adana dengan suara mungil. Arkapun mentertawakannya, otomatis lesung pipitnya nampak.

“ jadi bolehkan aku memelukmu?” mohon Arka. Adana menoleh padaku seakan meminta izin. Lalu akupun mengangguk. Dan segera saja Arka mendekatkan kepalanya mendekati Adana yang duduk di depan dadaku. Dan ketika itu pula, aroma Arka kembali mengaliri tubuhku. Membangkitkan beberapa sistim yang membeku ketika kehilangan dirinya. Aku merasakan perasaan itu lagi.. bahkan lebih kuat ketika disampingnya.

Beangsur-angsur pelukan itupun Arka lepaskan dari Adana..,

“ Mum.. apa ayah pelindung mimpi berarti Dad?” Adana menoleh padaku, bingung.
"Apa aku harus memanggilnya papa?” pertanyaan yang lain, yang tak terdugapun keluar dari mulurnya. Kepalaku berputar mencari jawaban, dan berakhir bertatapan dengan Arka.

Hanya sekilas, Arka kemudian menatap Adana.
“Kau bisa memanggilku ayah!” tangan Arka membelai rambut Arka. Aku bahagia tiba-tiba, lalu berharap sesuatu yang seharusnya tidak.

“ kemarilah!” kata Arka sembari mengulurkan kedua tangannya. Adanapun bergerak. Lalu beralih duduk di pangkuannya.

“Apa kau suka permen?” ku rasa Arka akan segera menyalurkan ilmunya. “ jangan memakan terlalu banyak permen.. nanti gigimu dimakan monster gigi lalu berlubang."
Adana kaget dan langsung menoleh. "Gula yang terkandung dalam permen adalah makanan monster gigi—bakteri yang menyebabkan plak menempel dan gigi berlubang."

"Rasanya lebih sakit dari kau terjatuh saat belajar sepeda.” Arka menjelaskan dengan penuh kasih sayang, bak malaikat pelindung yang memiliki tugas yang sama seperti ayah.

“ Well, Sebenarnya Mum sudah memberitahuku.” Jawabnya lugu.

Karena Arka tahu banyak hal iapun berusaha mengajak Adana terus mengobrol dengan bumbu-bumbu bercanda yang memiliki ilmu.

Akupun hanya bisa mendengarkan pembicaran manis mereka yang terdengar mengagumkan setiap kali menyadari berada disamping orang yang ku cintai, dan seorang malaikat mungil yang perlahan mengisi seluruh hatiku menggantikannya.

Mereka terlihat manis bersama, sebagai ayah dan anak. Aku tahu aku berlebihan bila mengharapkan ini, pada kenyataannya aku sudah merelakan jalan kehidupanku sepenuhnya bersama Adam.

“Ini saatnya..” Mum berkata pada Vaad dan Virgi yang masih sibuk merapikan beberapa buku dongeng. Lamunanku yang konyolpun beralih menatap meraka.

“Saat untuk apa?” Arka bingung. Namun Adana langsung beranjak mendekati Mmm untuk ikut ke perkarangan depan yang sudah dipenuhi anak-anak—dibawah pohon-pohon yang teduh.

“ Setiap hari sabtu dan minggu, Vaad dan Virgi berdongeng untuk anak-anak kecil. Lalu merekapun mengajak anak-anak memilih beberapa buku diperpustakaan untuk dibaca. Mum menyarankan orangtua mendampingi, agar kedekatan mereka terjaga.” Jelasku.

Arka tersenyum memandangku sekilas, lalu beralih ke perkarangan yang sudah menampakkan Virgi dan Vaad berkomat kamit bergantian. Tak hanya mereka berdua, teman sekelas merekapun ikut berpartisipasi atas keinginan sendiri ketika melihat kegiatan Vaad dan Virgi.

“ mimpimu sudah terwujud.” Gumamnya.

“Yeah.. tapi aku tidak membantu sama sekali. Mereka yang berjuang untuk mimpiku.”

“Bagaimana dengan mimpi-mimpimu yang lain? Tidakkah kau ingin mewujudkannya?”

“ Aku akan mewujudkannya!" Suara ku terdengar tegas. Lalu aku menoleh ke Arka.
"Lagipula kau sudah menyimpannya untukku!”
Arka mengangguk, dan setengah tertawa.
Lalu keadaan berubah canggung.
Pandangan Arka melamun ke kejauhan, itu bukan dirinya yang ku kenal. Seharunya ia mengajakku berbicara, paling tidak menceritakan apa yang barusan ia lewati.

“ Kapan kau pulang?” suaraku langsung menggerakkan padangan Arka menuju arahku.
"Kenapa tidak memberitahuku? ” nada ku terdengar marah.

Arka tersenyum. “Nomermu tidak bisa dihubungi.”
Ouh yeah, aku baru ingat kalau Adam menjatuhkan ponselku, dan tidak pernah berniat membelikan yang baru.
“Lalu ku katakan saja lewat kontak batin.” Guraunya.

“Ouh pantas aku selalu mengingatmu!” timpal ku.
Ia setengah tertawa, tapi singkat sekali. Lalu berakhir kembali oleh kesunyian.
Perasaanku berkecambuk, biasanya apapun yang terjadi padaku, selalu ku ceritakan pada Arka. Aku tidak tahu apa ia masih membuka pintu lebar untukku saat ini.
Tapi keadaan ku bersama Adam bukan lah hal yang bisa di diamkan.
Arka tahu bagaimana kebanyakan para pria! Dan menurutku ia bisa memberi saran.

“Apa kau tahu..” konyol. Rupanya iapun akan menceritakan sesuatu padaku. Pertanyaan kami bertabrakan tanpa sempat terselesaikan.
Aku terasa, tapi Arka hanya setengah.

“Apa kau tahu apa yang aku mimpikan tadi malam?”
Ouh no😄😄😄 aku langsung terkekeh mendengar pertanyaanya, itu berarti ia akan menceritakan mimpi anehnya setelah nyaris dua tahun ini aku tak mendengarnya lagi.
Aku bertaruh aku bisa menebak.
Tapi matanya terlihat berbeda, dan aku tahu mungkin mimpinya semalam mempengaruhi nya.

"Aku seorang bajak laut yang tersesaat ditengah perairan luas. Tak seorangpun bersamaku..”

“Termasuk aku?” Aku menyela.
Arka mengangguk.

"Kapalku terguncang mengikuti gelombang yang semakin meninggi. Karena aku takut terjatuh, aku pun menutup mata. Tapi ketika aku menyadarinya— ketika ku buka mataku, aku sudah tenggelam ditengah dasar laut tak berdaya.”

"Ku harap aku disana..,”

“Aku juga berharap kau disana.” Arka mengangguk tanpa mau memandangku.

“Apa kau tahu bagaimana rasanya?” matanya mulai menoleh, berpumpun menatapku.

“Aneh?” tebakku. Sekejab lesung pipitnya langsung nampak.
"Jangan khawatir Ar, kau sudah biasa dengan mimpi-mimpi semacam ini!” Ku sentuh punggung tangannya. Namun pandangan Arka malah tertuju ke tanganku, nampaknya ia merasa canggung oleh sentuhan ini. Perlahan akupun menarik tanganku.

Hanya berkisar beberapa detik, ponselnya berbunyi. Arkapun mengambilnya dari celana jeans yang ia pakai. Sedetik saja ponsel gelapnya berubah terang ketika ia memencet tombol disamping ponselnya. Menampakkan fotonya yang tengah memangku seorang wanita cantik yang tersenyum bahagia. Mendadak wajahnya terlihat kesal. Sejujurnya akupun merasakannya. Dan itu aneh😵aku tahu.

“Maaf, pesan ini mengganggu kita.” Katanya menyentuh ponselnya dengan kesal.
“Sial!!! kenapa dia harus memajang foto seperti ini di ponselku!” Arka menggerutu. Dan aku hanya tertawa mengingat anak laki-laki yang ku kenal dulu sudah berubah menjadi pria, namun masih sama.
" Aku hanya meninggalkannya tidur tadi malam 😤 dan dia mengobrak-abrik semua milikku yang bersifat pribadi.”
Pandangnya masih terfokus ke ponsel untuk mengganti layar depannya dengan foto malaikat mungil Adana sewaktu masih bayi. Ku rasa itu foto yang Riana potret dulu.

Arka segera menyimpan ponselnya dikantung setelah mengaktifkan mode diam.

“Wanita itu..” belum selesai aku menebak. Arka langsung angkat bicara.

“Dia super menyebalkan.” sahutnya kesal.

“ tapi ka-u .., mencintainya, kan?” tanyaku ragu-ragu. Arka tersenyum enggan sembari menatap mataku.

“Aku tidak tahu apa sebutannya!” Arka menggeleng masih menatapku, lalu mendadak mengalihkan tatapannya.
"Ia tidak suka kepribadianku! dia juga mengharuskan kamarku tidak berantakan.. ”

“ itu bagus! berarti dia peduli padamu.” Arka menggeleng.

“ tapi diapun tidak pernah berniat merapikannya!" Arka menaikan alis kirinya.
"Tidak sepertimu..," gumamnya. Aku menatap Arka, dan pandangan kami bertemu.
"Kau tidak suka kamarku berantakan, tapi kau merapikannya untukku, atau setidaknya mengajakku ikut merapikannya bersamamu, bukan memintaku merapikannya sendirian.” ia memperjelas maksudnya.

“ kau hanya terlalu manja padaku!”

“Hmm, mungkin itulah yang sebenarnya!” Arka menyerah.

Kami sama-sama terdiam. Lagi-lagi.

“Ku lihat dia cantik!” aku kembali memulai pembicaraan.
Arka menggerakkan kepalanya ke arahku.

“Ya tentu, uangku dihabiskannya untuk ke salon.” keluhnya.
"Dia ingin selalu terlihat sempurna dimanapun. Dia mengunggah fotonya ke media sosial setiap hari. Semuanya harus terlihat cantik. ” lanjutnya dengan senyuman menggelikan.
“ followernya pun beribu-ribu..,” Arka mengangguk.

“Ouh, berarti aku bukan apa-apa dibandingkan dirinya.” Arka menoleh padaku dengan tatapan heran.
“Followerku kurang dari 100.” Arka setengah tertawa, tapi terlihat kesal padaku.

“Dia ingin terlihat sempurna dimata orang-orang, tapi mereka tidak tau saja, kalau diapun punya wajah jelek." Matanya memandang jauh keluar, dan tertawa.
"Kau tahu wajahnya seperti ini saat tidur denganku..” Arka menjunjukan wajah idiot. Akupun tertawa kecil. Tapi kini itu tak lucu sama sekali ketika ku pahami maknanya.

“Kau mencintainya! ” gumamku. Suara Arka terhenti. Dia menatap ku, lama sekali. Lalu pikiranku dibawa pada gadis selamanya sewaktu SMA.
"bagaimana dengan gadis bodoh itu? Gadis yang taidak menyukaimu?” Arka tersenyum kecut.

“Bukankah sudah ku katakan padamu, kalau aku akan menunggunya selamanya!”

"Jangan konyol! Kau sudah meniduri kekasihmu!” sebagai wanita aku turut menyesal mendengar ucapan Arka. Tentunya akupun akan sedih bila Adam bermain dibelakangku. Meski yang ku cintai Arka. Tapi aku sudah berjanji bahwa aku akan belajar mencintai Adam. Dan akupun tidak pernah melakukan hal yang tidak seharusnya aku lakukan sebagai wisnumurti. Kecuali hatiku yang keras kepala ini.

“Bukan hanya aku yang tidur dengannya.” Bantahnya mengejutkan.

“Apa maksudmu?”

“Diapun pernah tidur bersama kekasihnya yang dulu.” Sontak ucapan itu membuatku menepuk pundaknya.

“Itu sebabnya kau menidurinya?” tanganku mulai mengepal. Tapi malah direspon gurauan dengan berkedip jail padaku.

“Dia menggodaku.” Emosiku semakin naik. Lalu duduk menghadap ke Arka.

"Tapi kaupun mengiyakannya.” Sahutku dengan garang. Selayaknya seorang kekasih yang marah ketika kekasihnya tidur bersama wanita lain.
"Bila dia menggodamu dan kau berkata tidak. Kalian tidak akan tidur bersama. Tapi kaupun tergoda menikmati tubuhnya. Jadi, kau tidak bisa menyalahkannya.” Nadaku mulai tinggi, meski aku tetap menjaga dalam batas wajar agar tak ada orang yang menguping pembicaraan kami.
Arka terkekeh mendengar omelanku.

“Tapi aku mencintai gadisku, bukan wanita penggoda itu!” jelas Arka memandangku, kini wajahnya hanya menyisakan senyumnya.

“Kalau begitu railah gadis itu!" Suaraku mulai layu.
"Jangan menyakiti gadis yang lain.”

“ Aku tak punya kesempatan.” tegas Arka.
Kemarahanku pun luluh. Lalu aku duduk kembali menghadap ke depan. Aku hanya teringat posisiku sebagai seseorang yang mencintai Arka, dan tak memiliki kesempatan bersamanya.

“ Kalau begitu, belajarlah mencintai yang ada disampingmu!” aku menjadi serius. Rasanya sedih bila memandang Arka.

“Kau yang ada disampingku.” suaranya membuat kepalaku bergerak memandangnya, tapi matanya tertuju ke depan. Mana mungkin dia serius?!

“ Aku tidak yakin bisa mencintainya! Dia tidak menyukai kepribadianku. selain itu dia lebih suka menatap layar ponselnya, dan yang terpentingnya
., dia tidak pernah mempercayai mimpiku.” Pandangan Arka melamun. Lalu sekonyong-konyong kepalanya bergerak, membuat matanya menatapku.
"Tidak sepertimu..,” tegasnya.

“ Apa kau tahu, sejujurnya aku merasa sendiri saat disampingnya.”

“ Kalau begitu tetap disini, disampingku.” Suaraku tertahan dimulut. Sulit sekali mengeluarkannya. Barangkali statusku tak mengizinkan.

“ Kaupun tahu.., Aku tidak punya alasan untuk tetap disampingmu.”

Melodi yang diselimuti api itu,
Perlahan lenyap bersamaan menghilangnya suara
Aku tertegun
Awan pekat menyeret ku masuk ke pusaran gelap.
Dan disanalah, semuanya kosong, dan gelap.

Share:

0 komentar