c | Half a live | Journey To Northen Light

Half a live

Mum berbicara di telpon, ekspresinya tidak meyakinkan.  Sesekali ia menatapku ragu, entah kenapa.
Akupun bergerak lebih cepat melangkahkan kakiku, hanya agar aku tidak menebak lebih banyak.

Aku menghempaskan tubuhku di tempat tidur. Dan aku tercengang dalan segala titik mendapatkan bayang bayang Arka.
Anjiiiiir! Tuh orang doyan amat ganti in pikiranku!😈
Aku terhenti dari pergerakan, dan berusaha keras membentengi pertahanan di sudut mataku. Tapi karena pikiranku berjalan lebih cepat, dan bayangan bayangan tidak menyenangkan yang memisahkan pada mimpiku tentang Arka menggerogoti.
Benteng itupun pecah.
Tetesan tidak menyenangkan yang ku hindari berjatuhan di banyak tidurlah. Aku menyeka dengan jati hatiku secepat dimana mereka menyerang. Tapi tetap saja, keadaan bawah mataku becek.
Aku menyerah pada akhirnya.
Merelakan seluruh pemikiran tertuju pada pria itu. 😩😩😩

Aku ingat musim semi berantakan yang mempertemukan kami. Ia melukiskan sedikit corak rupa di beberapa bagian. Suaranya yang penuh syahdu membangkitkan nada nada yang mustahil ada. Naik turun, dan berputar mengelilingi kerusakan. Sentuhan ilusinya merayap mengikat akar akar mati. Tawa harapannya memupuk warna berselang seling.
Aku sebelumnya buta.
Menyimpulkan keajaiban adalah mustahil.
Tapi kedipannya membuka mataku.
Dan aku tersadar, ia yang membuat keajaiban.

Knock knock
Aku membuka mata dengan enggan.
Arzalea Arzalea.., suara merdu Mum membangkitkan ku.
Aku tidak memikirkan apapun selain membukakan pintu. Ia langsung tersenyum ketika mata kami bertemu. Lalu di pandangan nya mataku. Aku takut. Karena dari pandangan itu terselip rasa iba yang menyedihkan. Tapi suaranya buru buru mengangkat kepalaku.
"Mandilah.., dia sudah disini!" Aku terlonjak.
"Adam?" Mum mengangguk dan darahku mulai narik turun. Rasanya aku ing berlari sejauh mungkin menghindari detik ini. Aku bahkan lupa kalau ini keputusan ku sendiri.

"Kau tahukan aku hanya ingin kebahagiaanmu!" Mum memulai percakapan pilu. Dan aku tidak suka.πŸ˜–

"Kau tidak harus menikahinya bila kau pikir, kau pun tidak bisa bersamanya!" Aku tersenyum kecil dan mengangguk.
Ia membalas senyum ku ragu, dan membiarkan ku memikirkan sendiri bagaimana seharusnya.

Aku melakukan segalanya dengan cepat. Lebih tepatnya panik. Antara ingin cepat menemuinya dan menghindari.
Aku memandang gadis polos penuh beban di kaca didepanku. Ia tersenyum kecil, tapi lebih bisa disebut permohonan untuk bersembunyi.
Kau akan baik baik saja! Kau bisa melakukannya.., kau akan baik..
Aku terhenti berbicara di dalam hati, dan menatap mata berbinar binar gadis itu.
Tapi sekali lagi aku meyakinkan diriku.
Dan karena akupun tidak pandai berbohong, bahkan dengan diriku, kata itupun hanya lewat dan tak berarti apa-apa.
Aku melihat gadis itu tersenyum, Ouh aku suka melihat bibirnya melebar, tapi jelas sekali merumahkan wajahnya tidak bahagia.
Ugh, aku berdiri dan meninggalkan cermin hanya agar aku tidak tahu bagaimana sesungguhnya perasaan gadis itu.

Mum tersenyum, dan aku menoleh ke arah Adam dan Mawar sekilas. Kemudian aku mempersiapkan posisiku didepan nya.
"Hi Arzalea, apa kabar?" Aku menoleh ke matanya, dan tersenyum setulus mungkin.

"Aku akan menikah denganmu!" Tidak ada pergerakan berarti di wajah Adam. Tapi sungguh berbeda dengan Mum.
"Tapi..," aku memberi jeda dan membuat semua orang menunggu.
"Sebagai anak pertama aku memiliki tanggung jawab yang besar!" Adam mengangguk. Mum menatapku tak berkedip, menerka apa yang ku pikirkan.
Karena aku tidak ingin penderitaan ku sia sia. Karena aku ingin merangkap semuanya menjadi satu dalam kebahagiaan Mum yang melihatku menikah, hutang ayah yang harus ku lunasi, akupun membuat sebuah kesepakatan yang bahkan sudah ku hafal kan setiap kata, hanya agar nantinya pernikahan itu, yang menurutku akan menyiksa batin k7, tidak berjalan sia sia.

Kepalaku bergerak ke arah Mum.

β€œ  Mum ingin aku kuliah, bukan bekerja! Tapi secara sembunyi sembunyi aku bekerja di restauran untuk membantu Mum melunasi hutang Ayah." Mum melebarkan bibirnya.
Aku membalas sebentar lalu menatap Adam.
"Bila aku menikah denganmu.., aku mungkin akan lebih banyak di rumah untukmu." Adam.mengangguk. menunjukan ia mengerti. "Jadi sebelum kita menikah, aku ingin mengajukan beberapa syarat..”
Mum langsung meminta penjelasan dari tatapannya. Mawar sendiri mulai menunjukan ekspresi begang.
Dan aku memandang mata Adam, ia selalu sulit dibaca. Apapun yang terjadi padanya ia bisa memanipulasi dengan wajah tenang nya.
Aku menyelami matanya, menimbang nimbang.
Aku tahu syarat ini akan terdengar konyol, bahkan di beberapa sisi terdengar ganjil. Tapi ini jalan yang akan membuat pernikahan kami tidak sia sia.

β€œ tapi bila kiranya kau keberatan, kau harus mengatakannya dari awal.. maka akupun tak akan memaksa.” aku mengeja per kata dalam pandangan yang sepenuhnya untuk Adam.
Namun Ia malah melebarkan bibirnya. Yang membentuk senyuman.

β€œ katakan padaku tentang syarat itu, Arzalea.” Adam menimpali.
aku gemetaran, antara malu dan gelisah. Tapi aku menantang diriku, dan mendorong keluar suara suara itu.
β€œ Ayahku memiliki banyak hutang yang jumlahnya bahkan sulit untukku hitung sendiri.” Sejujurnya aku masih ragu. Lalu aku menghela nafas panjang. Kemudian aku mengambil secarik kertas yang ki simpan di kantung belakang celana ku.
Aku membuka kertas kecil yang di kotori beberapa coretan pulpen itu. β€œSyarat pertama.., Aku ingin hutang Ayahku dilunasi, jadi Ibuku tak akan terbebani oleh hal itu lagi.” suaraku tegas dan lancar, yang bahkan mengejutkan ku.

β€œ Jangan mengkhawatirkan itu Lea, Mum bisa..”

β€œ Tidak mum.. Itu syaratnya.” sahutku. Mum menatapku sedih.

β€œ Aku akan melunasinya.” Tiba-tiba Adam bersuara.

β€œ Kau bahkan belum mendengar berapa jumlah hutang Ayahku.”

β€œ aku tidak peduli, aku hanya ingin melunasinya untukmuπŸ˜ƒ.”  aku memandangnya was was.
β€œ 3.887.090.765 ” ku bacakan perangka l setiap angka yang ku lihat di secarik kertas itu.
Mata Mawar membesar.
Dan Adam terlihat tenang tanpa pergerakan yang bis menunjukan perasaannya.

β€œ itu berarti hampir mencapai 4 Miliar.”
Aku memperjelas jumlah hutang ayah para Adam.

"Aku sudah bilang padamu, aku akan melunasinya.” dengan ketus ia menjawab. Aku terkejut. Sangat terkejut. Siapa yang akan melakukan itu untuk orang asing? Apa istimewanya aku untuk pria sepertinya? Bahkan dari tampangnya saja seharunya ia mampu menggaet wanita yang lebih segalanya dariku. Akupun sudah sering mendengar omongan teman-temanku yang tertarik dengan anak Mawar. Sayangnya ia orang yang sulit didekati. Entah apa alasannya. Aku malah baru tahu kalau Adam adalah anak Mawar.

β€œ Apa syarat selanjutnya?” Adam menendang lamunanku.

β€œ Aku tidak mau dicap wanita matre. ”
😲😲😲 ugh aku tahu betapa konyol nya.
Oke, hanya itu jawaban Adam. Aku pun melihat kertas ku lagi. Well, disana penuh dengan kata yang sudah ku siapkan. Kebanyakan berisi alasan panjang lebar, bila Adam menanyakan penjelasan lebih jauh mengenai syarat syarat itu.
Tapi di luar prediksi, ia bahkan tak mempermasalahkan nya sama sekali. Bahkan nyaris tak berguna.
Lalu ku simpan kembali kertas berisi syarat itu ke kantung celanaku.

β€œ ada lagi?” tanya Adam. Bagaimana bisa ia tak menganggap syarat-syaratku berat? Bahkan seakan seperti sebuah pertanyaan.. Apa kau anak dari si Mawar? Dan ia akan langsung menjawab iya.
Well, aku memang tidak tahu malu. Dan aku memikirkannya lagi, dan lagi

β€œ hmm.. aku ingin tinggal dirumah ini bila aku hamil dan melahirkan.. sampai anakku berumur 2 tahun.” Dengan ragu ku ungkapkan beberapa pernyataan yang berkecamuk dalam pikiranku. Namun sekali lagi pandangan Adam begitu tenang.

β€œ Ada lagi?”

β€œ Kita tak perlu mengadakan pesta untuk pernikahan kita.”

β€œ Aku punya banyak rekan bisnis.” potong Mawar tiba-tiba.

β€œ ya.. tapi uangnya lebih baik ditabung. Terlebih kalian akan mengeluarkan uang yang banyak untuk membayar hutang keluargaku.”

β€œHey hey hey..” Suara Mawar terdengar tidak nyaman. "Harta ku bisa membeli setengah kota ini"Tegas Mawar.

β€œ Jangan lakukan itu, Bu. Biarkan calon pengantinku yang memilih.” Adam membelaku.
Tapi sayangnya rencana pernikahanku malah diatur Mawar. Tentu saja Adam selalu meminta pendapatkan tentang semua yang ingin ia pilih untuk pernikahan kami. Namun selalu saja.. dibalik semua itu Mawar yang berkuasa. Ini bukan lagi pesta pernikahan sederhana.
Untuk ijab kabul, akan diakan dirumahku. Sedangkan untuk resepsi.. Acaranya akan diadakan dihotel berbintang miliknya. Menyebalkan.. aku bahkan tak ikut andil mengurusi pernikahanku, kecuali gaun putih yang ku pilih bersama Mum. Ketika itu aku ngotot sekali menginginkan gaun itu. Sebuah gaun putih tanpa lengan, dengan panjang depan selutut, dan panjang belakangnya menjuntai sampai ke lantai. Itu adalah gaun pernikahan terbaik yang pernah ku temui. Mawar sempat mengungkapkan ketidaksetujuannya akan gaun yang ku pilih, tapi ku ceritakan pada Adam kalau itu merupakan gaun terbaik yang pernah ku temui. Hingga akhirnya.. iapun membelikan gaun tersebut untukku. Meski Mawarpun membelikan gaun yang dipikirnya pantas untukku.

Tertanda

Share:

0 komentar