c | The mortal melody | Journey To Northen Light

The mortal melody

Bus melaju, meninggalkan bayangan ketakutan di Nashville, lalu terputar mengikuti roda, menciptakan perdebatan baru dalam perjalanan panjang menuju Atlanta.
Aku memandang suasana sejuk Nashville beberapa saat. Diluar terlihat cukup dingin, aku sudah bisa memprediksikan dari serakan berhamburan angin.

"Apa yang menarik di luar?" Suara Miki persis di telingaku, dan pandanganku langsung beralih menatapnya.
Oh pria ini, mata mempesonanya yang memikat tak pernah berubah,  senyum penuh harapannya, selalu menjadi salah satu alasan ku terus bergerak. Oh dan jenggot tipis nya benar benar merubahnya menjadi seorang pria.
Tidak, aku mendadak tersadar lalu buru-buru berpaling.

"Ada apa?" Mikael langsung penasaran. Aku berusaha tak menggubris dan beralih memeriksa jam. Ah sialan jam ini, kenapa tidak bisa lebih cepat sih?! Kalau masih pukul 7, aku akan terjebak 5 jam lagi di samping Mikael! Ugh aku harap aku bisa mengendalikan diriku kalau sekarang aku dan Mikael sudah berbeda.

" Ness???" Suaranya membuatku menatap matanya.

" Aku harap waktu berjalan lebih cepat!" Kening Mikael berkerut. Aku buru-buru menatap ke luar lewat jendela.

Heh Mikael mendengus. Aku bertanya tanya yang terjadi, dan otomatis bergerak ke arahnya.
"I don't understand, aku berharap sebaliknya!" Aku tak berkutik, memang seperti itulah yang sebenarnya kurasakan.

"Bagaimana lagi, kita didalam bus!" Nadaku cuek— Hanya pura-pura.
Mikael mengangguk dan kami terjebak hening.
Rasanya tidak enak. Tidak jarang bibirku bergerak, tapi suaraku kesakitan terperangkap di tenggorokan. Dan persis 5 tahun lalu, kami saling memperhatikan diam-diam.

"C'mon!!! Kita bukan anak SMA lagikan!" Akhirnya ada yang mengakhiri keadaan ini. Aku menundukkan kepalaku, bingung.

"Tell me, what's on your mind?" Aku memperhatikan ke bawah, tepatnya sepatu boot navy yang ku kenakan. Ah itu hanya sepatu biasa sih. Aku hanya menghindari tatapan Mikael.

"Kau-(Mikael memberi jeda sedetik) kau masih memakainya?" Aku bingung dan mengangkat kepala, matanya menatapku dalam, kemudian beralih ke tanganku.., yang bahkan aku sendiri tak menyadari kalau jempol kananku mengelus cincin MN pemberian Mikael ketika kami masih di SMA dulu. Cincin MN bukanlah cincin permata yang bernilai selangit. MN adalah cincin penangkal ketakutan yang terbentuk dari gabungan nama kami. Ugh yeah kekanak-kanakan memang. Maklumlah pertemuan kami terjadi ketika kami masih anak  ingusan. Dulunya ku pikir MN terbuat dari bahan alloy, namun ternyata terbuat dari Platinum. Aku memakainya hampir setiap hari, hanya karena setiap kali menatap cincin itu, aku mendengar Mikael berkata "Its okay, you will be fine" karena itulah yang dulu ia katakan ketika memberikan cincin MN padaku. Dan secara tidak langsung, mengelus mau saat gelisah Sudan menjadi kebiasaanku.

"Kau.tau.., aku.penuh.ketakutan!" Setiap kata terjeda, berlari menghindari kebenaran.

"Aku tau!" Miki mengangguk tapi tersenyum menang.
Matanya masih menatapku, dan aku kualahan.
Hmm, bibirku bergerak tanpa suara.
"Apa?" Senyum Miki melebar. Lalu menyelipkan kedua bibirnya masuk ke dalam—menahan kekonyolanku.

"Ceritakan padaku, bagaimana bisa kau meninggalkan peta? Terakhir kali aku mendengarmu masih kuliah di Semarang!" Mikael terdiam, Berangsur-angsur wajahnya berubah serius. Lalu dia mengalihkan pandangan memikatnya dari mataku.

"Apa kau percaya? Yang jauh akan digantikan yang dekat?" Sistem pergerakan tubuhku tersedak. Aku belum bisa menjawab, dan Mikael masih menuntut jawaban dari pandangannya.

"Aku percaya!" Mikael menambahkan. Aku pikir ia akan berkata sebaliknya.😩😩😩Entah kenapa aku kecewa.

"Tapi percaya padaku, sebagian orang tidak bisa digantikan!"Aku terperangah mendengar kalimat Lanjutan nya. Lalu aku menyelami matanya, —hanya ingin mencari kemungkinan dusta. Tapi aku kalah. Aku bahkan hanya melihat apa yang ingin ku lihat. Mungkin karena aku terlalu menyayanginya.
"Ada beberapa hal yang hanya bisa kau dapatkan darinya! Hanya dari satu orang! Dan yang dekat tak selalu bisa menggantikan beberapa hal yang hanya dimiliki oleh satu orang itu!" Aku langsung senang mendengar ucapannya. Dan berharap tebakan ku kali ini tidak salah.

Mikael menghela nafas, duduk nya mulai berubah menghadap padaku. Ia menelusuri pandangan ku yang mulai gelisah.
"Ku pikir dengan melepaskan mu.., aku akan fokus pada mimpiku!" Mikael melebarkan bibirnya sebentar, lalu menggeleng. "Konyolnya aku malah ingin tahu apa yang kau lakukan setiap waktu!" Aku terdiam menyerapi ucapannya. Aku selalu percaya ia tak pernah memanipulasi apa yang sudah ia tunjukan padaku, tapi hanya karena ia melepaskan ku dulu, aku sedikit mempertebal perlindungan dengan menyaring setiap kata yang ku dengar.
"Aku memeriksa media sosial mu lebih sering, saat kau tidak menuliskan apapun, aku mulai bertanya-tanya dan memikirkan bagaimana caranya aku bisa mengetahui keadaanmu!" Mikael kembali memberi jeda. "Dan waktu mengubah semua itu, kau mulai menulis 3 hari sekali, seminggu sekali, dua minggu sekali, sebulan sekali, dua bulan sekali, lalu kau tidak pernah muncul! Dan aku bergulat dengan kepalaku  semua orang yang mengenal mu bahkan tidak tahu apa yang sedang kau kerjakan. Dan aku tahu aku tidak mungkin ke keluargamu mengemis-ngemis sesuatu yang sudah menjadi kesepakatan kami!" Aku terperajat, lalu tersadar.., Ada sesuatu yang merusak kepalaku. Rasanya sakit sekali. Tapi aku bahkan tidak tahu apa.
 Oh fuck! What was all of it for? Aku dan dia merasakan hal sama, dan kami berdua tidak ada yang berusaha memberitahu salah satunya? Betapa berantakan nya takdir kami.

"Lalu kau memutuskan ke Nashville?" Suaraku terangkat gemetaran. Mikael mengangguk.
"Hanya-karena.., aku-memberitahu mu-kalau.., aku-ingin-ke-Nashville?" Aku memperjelas dengan kalimat berjeda-jeda, dengan berusaha kuat membatasi air mataku yang mulai naik.
Mikael tersenyum dan mengangguk.

"Mikael, you are the most stupid person ever!" Air mata ku jatuh tak terkendali di samping kalimat itu. Bila saja Mikael tahu, aku lebih bodoh dari yang terbodoh didunia ini, yang terus mencintai seseorang yang meninggalkan ku, yang membohongi ku, yang mempermainkan ku.., but he deserve it; karena dia rela menjadi orang terbodoh di planet ini untukku.
Mikael tersenyum lega dan mengusap basah pipiku dengan jempolnya.

"Aku hanya ingin kebahagiaanmu!" Setiap kata ditekan dalam-dalam. Dan Kepalaku malah membuat kilas balik yang membingungkan, —sesuatu yang tidak ku sukai.., dari kelulusan sekolah yang mengubahnya menjadi orang asing, dan kemudian semua penjelasan keadaan membingungkan ini, yang tidak mampu ku selami sedikitpun untuk menemukan permainan.
Air mataku turun semakin laju, dan Mikael menarikku ke dalam dekapan hangat nya yang ku ridukan.

Instrumen bersenandung di samping suara bising bus.., beberapa diantaranya bernostalgia.
Tak jarang terpecah, berhamburan.
Dua diantaranya terjebak dalam situasi yang tak terjelaskan. Dunia bisa saja menyimpulkan permusuhan. Tapi tuts-tuts yang menciptakan nya dibawah unsur penyatuan.
Yang membuntuti dimanapun, sebagai pelindung jiwa.
Dalam pemisahan sepihak di bawah nasib, dalam penyatuan abadi oleh takdir.
Dan percayalah, para melodi itu hidup diantara kebahagian setiap manusia yang kau temui.
Dalam tawa dan sedih. Dalam pertemuan dan perpisahan.
Yang akan berkumpul di pusat lingkaran Melodi Fana.

Share:

0 komentar