Percobaan Yang Salah
Setelah ku tahu Arka
menyukai gadis lain, Aku berusaha bergerak menggeser perasaanku pada
orang-orang yang ku temui. Meski masih sulit, tapi harus ku lakukan.
Bagaimanapun aku tak bisa hidup seperti ini terus menerus. Aku seperti
menunggu perahu datang ke bandara. Itu tidak mungkin. Terlebih aku tidak
ingin menyia-nyiakan waktuku sendirian. Aku ingin berlari mengarungi
dunia penuh keanehan ini bersama seseorang yang mau berjuang denganku.
Seseorang yang akan memperjuangkanku. Seseorang yang akan ku
perjuangkan.
Sejak dua tahun lalu..
ketika awal-awal aku masuk SMA. Aku kenal seorang laki-laki bernama
Nurdin. Dia kakak kelasku. Kini sekolahnya sudah tamat. Ia ,elanjutkan
ke perguruan tinggi di kota kami sendiri. Ku pikir dengan perginya dia
dari sekolah, ia akan berhenti menggangguku. Tapi aku salah.. Ia masih
memberiku kabar beberapa kali setiap minggu. Bahkan hingga hari ini.
Dan untuk kesekian
kalinya ia berkata ia menyukaiku. Aku tak terlalu menyukai caranya
mengungkapkan perasaannya padaku. Ia hanya mengetik beberapa huruf lalu
mengirimnya padaku sebagai bentuk perasaannya. Hal itu tidak menunjukan
maskulin sama sekali. Dan aku tidak menyukai laki-laki seperti itu.
Akhirnya ku katakan padanya untuk mengungkapkan perasaan sebagaimana
seorang pria dewasa bertindak. Dan hal itu malah membuat kesalahan.
Malam itu ketika bulan
hanya setengah dan bintang-bintang telihat pudar ditutupi kabut malam.
Nurdin ke rumahku membawa gitar akustiknya. Aku tak membiarkannya masuk
ke rumah. Hanya duduk di pinggiran lantai depan rumah, Lalu memandangi
langit dengan bosannya. Entah apa yang laki-laki itu pikirkan, ia
menyanyikan lagu Dealova. Aku sempat terkejut, karna begitu banyak lagu
baru yang menghiasai musik indonesia. Tapi Nurdin malah menyanyikan lagu
kesukaan Arka. Sontak pikiranku tak mampu mengubur bayangan Arka, meski
sudah ada lelaki lain yang tersenyum manis dihadapanku.
Ketika ku nikmati alunan
gitarnya, ia tiba-tiba berhenti memetik gitar lalu menggenggam tanganku
untuk menyatakan perasaan sukanya. Tanpa berpikir lebar aku langsung
mengiyakan tawarannya. Ku pikir.. aku akan bisa melupakan bayangan Arka.
Terlebih Nurdian adalah seorang gitaris, Menurutku ia bisa menghiburku
dengan suara petikan gitarnya.
Aku masih belum
mengatakan pada Arka tentang hal tersebut. Ini bahkan sudah seminggu
sejak aku menjadi pacar Nurdin. Konyolnya kami belum pernah jalan
berdua. Orangtuaku melarangku keluar malam atau berjalan-jalan bersama
laki-laki. Mereka pikir aku belum cukup umur, lagipula katanya tidak
baik anak gadis berkeliaran saat malam. Meskipun yang sebenarnya aku
mampu menjaga diriku. Namun Ayah bilang, ada begitu banyak orang jahat
didunia ini. Yang terkadang tidak bisa disebut sebagai manusia. Dan
untuk mengurangi resiko bertemu dengan mereka, lebih baik tetap waspada.
" Arzalea.. " Dapat ku
dengar teriakan Arka yang terendam bangunan rumahku. " Arzalea.." sekali
lagi. Tapi aku sedang sibuk dengan setumpuk baju keluargaku yang sedang
ku lipat.
"Shutt.. Lily sedang
sholat." Mum memperingatkan Arka dari depan kamar, Aku bisa melihat Mum
tengah menempelkan jari telunjuknya ke bibirnya. Lalu tak lama suara
langkah yang cepat datang ke hadapanku.
" Apa itu benar?" tanya
Arka tergesa-gesa. " Kau berpacaran dengan Nurdin?" Matanya terlihat
tidak bersemangat. Aku hanya tersenyum kecil.
" Apa itu artinya iya?"
Aku hanya terdiam sembari masih melipat baju. Lalu Arka meremas
pundakku. " itu tidak benar kan, Ar?" tatapannya gelisah. ia menuntut
jawabanku.
" Aku ingin menikmati masa remajaku.. seperti kau berpacaran dengan Riana." Jawabku singkat.
" Tapi kami sudah putus!" sangkalnya. Tatapannya menyakitkan, Lalu ku lanjutkan melipat baju.
" Tapi kenapa harus Nurdin?" Arka merengkuh wajahku dengan kedua tangannya. Membuat tatapan kami bertemu begitu dekat.
" Dia seorang basis, aku bisa belajar bermain gitar dengannya."
" Aku juga bisa
mengajarimu kok." Sahut Arka. Lalu aku menarik tangannya agar tak
memegangi wajahku lagi. " Kau tidak boleh menjalin hubungan dengan
Nurdin." Paksanya.
" kenapa tidak?"
" dia musuhku, Ar."
sergah Arka. Aku tertawa kecil memandangi wajah kekanak-kanakannya yang
seakan kehilangan permen yang baru ia jilat sekali.
" Dia bahkan sudah menungguku sejak kita kelas 1."
" Itu tidak benar. Kau tidak boleh menjalin hubungan dengannya." Arka ngeyel. Matanya melotot, dia benar-benar marah.
Aku berdiri. Lalu merapikan rambutnya yang berantakan.
" Jangan terlalu
mengkhawatrikanku seperti itu. Aku akan baik-baik saja." Aku berusaha
menenangkannya. Lalu ku elus bibirnya, berharap akan menunjukan lesung
pipitnya. Tapi Arka menggeleng dengan yakin.
" Aku akan membunuhnya
bila sesuatu terjadi padamu." Katanya pelan dan tegas. Lalu ia
mendekapku dengan eratnya seakan aku akan segera pergi besok. " Aku
besumpah akan membunuhnya!" bisik Arka.
Keesokan harinya..
Ketika beberapa menit aku baru sampai dirumah. Lalu duduk di dapur,
memakan masakan Ibu yang sudah dingin. Arka nyelonong masuk ke rumahku
tanpa permisi. Ia masih memakai seragam sekolahnya, putih abu-abu.
Bahkan masih menggendong tasnya.
" Aku kembali menjalin
hubungan dengan Riana." Cerita Arka tiba-tiba. Akupun tersedak air
liurku sendiri. Tentu itu kabar paling mengesalkan yang pernah ku
dengar.
Arka langsung berlari
menghampiriku, mengelus punggungku. Berharap dapat membuatku berhenti
batuk. Lalu setelah beberapa saat mereda, Akumeminum air putih yang ada
disebelah piring didepanku.
" Pernahkah kau membayangkannya.. Riana masih menyukaiku." lanjut Arka membuatku kembali tersedak.
" Kau ini kenapa sih,
Ar? Berhati-hatilah sedikit." Arka kesal. Tapi kali ini hanya tersedak
kecil. Tak membuat batuk seperti tadi. Lalu aku kembali minum, setelah
itu Arka yang menghabiskan minumku.
" Lalu bagaimana dengan gadis yang kau sukai itu? Gadis bodoh itu?"
" Aku masih
menyukainya.. akan selalu menyukainya. Dan Akupun akan selalu ada
untuknya. tapi aku ingin menikmati masa remajaku." Aku mengangguk,
mengiyakannya. meski kesakitan bertumpuk dalam hatiku mendengar kalimat
itu terucap darinya.
Sudah hampir sebulan aku tak bertemu Vim. Aku sibuk menikmati hariku bersama Arka. Meski sebagiannya ku nikmati dengan membaca buku bersama Mum. Vimpun sudah tak lagi mau mengikuti kelompok membaca. Pikirnya kelompok tersebut semakin menyebalkan sejak kedatangan Riri Riana.
Sudah hampir sebulan aku tak bertemu Vim. Aku sibuk menikmati hariku bersama Arka. Meski sebagiannya ku nikmati dengan membaca buku bersama Mum. Vimpun sudah tak lagi mau mengikuti kelompok membaca. Pikirnya kelompok tersebut semakin menyebalkan sejak kedatangan Riri Riana.
Pertama ia menendangku
keluar, kedua nasehat Riri Riana ketika berdiskusi membuatnya mengalami
penderitaan yang amat berat pada gendang telinganya.
Akhirnya kami bertemu di alun-alun kota.. menikmati suasana kota yang dibanjiri ratusan manusia. Kebetulan ada acara festival band. Band Nurdinpun akan tampil hari ini. Sebenarnya Nurdin tak mengundangku dengan alasan konyol. Dia bilang akan gugup bila aku menonton aksi panggungnya.
" Sekarang bagaimana hubunganmu dengan Arka?" Vim yang berada disampingku mendekatkan kepalanya ke telingakuāSedikit menggeser topi fedora hitam yang ku kenakan.
" Aku selalu ingin memarahinya setiap kali mengingat bahwa ia telah kembali pada Riana." suaraku tak bertenaga. nyaris ingin menangisi keadaan ini.
"Seharusnya kau katakan perasaanmu padanya!" sarannya. tapi tubuhku malah tak berdaya.
" Sekarang aku sudah menjalin hubungan dengan lelaki lain."
" Akh.. yang benar saja? Seharusnya kau bersama Arka!" nadanya sinis. seakan ingin memarahi.
" Aku tidak bisa. Dia sudah menyukai gadis lain." suaraku meninggi.
" Kaulah gadis itu." Sergahnya.
Vim selalu berpikir akulah gadis yang Arka sukai. Bahkan ia selalu menyarankanku untuk mengungkapkan perasaanku pada Arka. Tapi tak semudah itu. Aku terlalu takut kehilangan Arka. Aku merasa gentar menghadapi kemungkinan yang akan menjauhkannya dariku. Bagaimanapun aku sudah tahu kalau ia sangat menyukai gadis yang masih ia rahasiakan itu. Lebih baik seperti ini. Bersamanya terus menerus, meski menutupi perasaanku yang sesungguhnya.
Hanya beberapa saat dari itu.. Band Nurdin muncul ke panggung. Tentulah kekasihku tampil dengan keren. Nurdin memakai skinny jeans hitam yang disandingkan dengan kaos hitam lengan pendek. Iapun memakai topi yang dipakai terbalik berwarna merah. Tak lupa pula ia menutupi matanya dengan kaca mata hitam. Barangkali agar tak ketahuan ketika ia menatap penonton wanita yang menarik pandangannya.
" Jadi yang mana si Nurdin?" Vim penasaran, meski wajahnya nampak tak menyukai pertanyaan itu.
" gitaris dengan topi merah terbalik." Dengan cekatan Vim membuka kaca matanya.
" Gayanya lumayan." Ia menoleh padaku sekilas, lalu kembali memandang Nurdin. " Tapi Arka lebih serasi denganmu." Ahk.. kenapa Arka lagi? Secepat mungkin pendapatnya pun ku kubur dalam-dalam.
Hanya setelah beberapa
menit menunggu lagu selesai dimainkan, Nurdin bersama teman-temannya
mulai turun dari panggung. Aku berniat memuji penampilannya diatas
panggung dengan melangkahkan kakiku mendekatinya. Tapi aku malah
menyesali setiap langkahku yang ku tunjukan untuknya. Karna ketika hanya
kurang dari 3 langkah berada dibelakang Nurdin, Seorang gadis cantik
dengan rambut panjang mendekatinya. Awalnya, ku pikir gadis itu temanya,
kakaknya, atau adiknya. Namun ketika gadis itu mengecup pipi Nurdin,
lalu mendekapnya tanpa ragu. Aku menggeser jauh-jauh pemikiran positifku
terhadap dirinya.
" Nurdin.." panggilku mendekatinya. Lalu Nurdinpun membalikkan badan. Matanya terkesiap melihatku. Lalu pegangan tangan gadis tadipun semakin erat pada Nurdin.
" Hmm.. hei!" sapanya ragu-ragu. Gadis cantik dengan pipi tirus itupun mulai terheran-heran, menatapku dan Nurdin bergantian.
" Aku tidak mengerti bagaimana bisa kau lakukan ini padaku." Kekecewaanku begitu terasa. Hanya.. rasanya tak dapat dipikir oleh logika.. seseorang yang nyaris setiap hari menghubungiku selama lebih dari dua tahun ini, menyatakan perasaan sukanya berkali-kali, bahkan saat aku sudah menolaknya.. Tiba-tiba ia bersama gadis lain, ketika memintaku tak usah menonton pertunjukannya. Aku tak mengerti bagaimana takdir ini digariskan.
"Kau mengenal gadis ini?" tanya gadis itu pada Nurdin. Nurdinpun mengangguk.
" Hubungan kita berakhir disini, Arzalea." Tiba-tiba Nurdin yang gemetaranpun mengucapkan kalimat itu. " Ya ini pacarku!" lanjutnya. Siapa yang nanya? Aku bahkan hanya diam mengulik penjelasannya. " Dan kau hanya.. Kau hanya bagian dari permainanku." Lanjutnya.
" permainan apa?" gadis itu sedikit geram.
" Kau terlalu sibuk oleh online shopmu, sayang! Aku kesepian.. akhirnya aku bermain-main dengan anak SMA ini.." Penjelasan Nurdin padanya cukup memperjelas posisiku yang tak bermakna sama sekali untuknya.
" Tapi tidak dengan cara seperti ini.." Gadis itu menggeleng, meski dari tatapannya ia akan memaafkan Nurdin. Aku tak ingin melihat drama ini berlanjut, Akhirnya akupun membalikkan badan, tapi sudah ada Vim disana. Lalu akupun menarik tangannya untuk ikut menjauhi bagian tempat yang tak dapat memperlihatkanku tentang Nurdin dan orang yang ia cintai itu.
" Kau memutuskannya?" tanya Vim.
"Dia yang memutuskanku." Jawabku masih berjalan. Lalu tiba-tiba ku lihat Arka berada didepanku, tengah sedikit bosan bersama Riana yang meloncat-loncat kegirangan. Akupun berhenti memandangi lelaki itu, lalu mengalirlah butiran air mata melewati pipiku.
" Kau diputuskan Nurdin?" Tanya Vim yang sudah berada disampingku. Ia tak mengetahui keberadaan Arka, Hingga Arkapun menoleh ke arahku. Lalu mendekatiku.
" Apa yang terjadi denganmu, Ar?" Tatapannya panik. Lalu tangannya mulai menyentuh wajahku.
" Dia telah kehilangan sebagian jiwanya. Lalu kehilangan bahan percobaannya." Vim mewakiliku membuat Arka langsung menarikku ke dadanya.
" maksudmu Nurdin?" dapat ku dengar keheranan Arka. " Itu tidak mungkin. Nurdin hanya seperti sandal yang ketika sebuah sepatu datang, ia digantikan." Sangkal Arka yakin.
" Jaga dia.. aku akan mengurus Riana!" ujar Vim yang tiba-tiba berjalan mendekati Riana. Ia tersenyum manis dengan kedipan jail. Akupun setengah tertawa melihat ekspresinya. Lalu Vim mendorongnya masuk keramaian, disaat orang-orang yang tengah kegirangan menonton salah satu band yang tampil.
" Aku bahkan sudah memperingatkanmu betapa bajingannya lelaki bernama Nurdin itu" Bisik Arka. Aku mendekapnya semakin erat, takut ditinggalkannya pergi untuk Riana atau gadis lain yang begitu ia cintai itu.
" Tak apa! Nurdin lebih baik pergi darimu." Bisik Arka kembali. Tapi air mataku masih mengalir dengan derasnya. Ini bukan karna kepergian Nurdin yang ku sesalkan, atau begitu mencintainya teramat sangat, Lalu sedih kehilangan dirinya. Ini bukan tentang itu semua.. sama sekali bukan Nurdin.
Hanya saja.. berarti.. Aku akan dihidup ditengah terang dan gelap tanpa dapat menggerakkan langkah ke salah satunya.
Firasatku yang mengatakan tidak ada yang lebih baik dari Arka adalah kebenaran. Dan rasanya cukup menyakitkan ketika mengingat kebenaran yang mengacu pada dua perasaan antara aku dan Arka. Aku begitu menyukainya teramat dalam, tapi ia menyerahkan perasaannya pada gadis bodoh itu.
Mendengar tangisanku
yang semakin serak, Arka mendorong kepalaku dari pundaknya, Lalu sibuk
sendiri merapikan tampilan wajahku. Mulai dari air mataku yang membasahi
pipi, yang langsung ia keringkan dengan jempolnya yang digeser-geser
dibawah mataku. Lalu rambutku yang sedikit berantakan ketika bersandar
dibahunya. Juga topi fedora yang ku kenakan, yang nyaris terjatuh ketika
ia sibuk merapikan rambutkku ke belakang pundak.
" Dia tidak masuk dalam kategori yang pantas untukmu." Ujar Arka masih menenangkanku. Ku anggukan kepalaku.
Lalu Arkapun.. yang selalu bertingkah seperti Malaikat Pelindung mendekapku dengan erat. Seakan berusaha menjagaku dari berbagai masalah yang membuatku menangis.
" Aku ingin kau tahu.. aku akan selalu ada untukmu." Bisiknya. Sekilas membuatku terpikirkan oleh percakapan kami tentang gadis bodoh yang ia sukai. Lalu aku malah berpikir.. andai saja itu benar? Arka memang menyukaiku dengan sangat.
Itu adalah hari terburuk sepanjang hidupku. Menyadari satu hal, bahwa satu-satunya yang ku anggap belahan jiwaku, menganggap orang lain belahan jiwanya. Hal itu bagai berjalan ditengah hutan lebat bersama bayangan, Ia pergi ketika gelap gulita. Dan iapun menghilang ketika terang benderang.
Tags:
Tertanda
0 komentar