c | Asap abadi | Journey To Northen Light

Asap abadi


Setelah kepergian Arka.. Aku mendaftar kuliah di salah satu perkuliahan yang tak jauh dari rumahku. Orangtuaku ingin aku mengambil jurusan hukum. entah dengan alasan apa. Mereka benar-benar ingin aku mengambilnya. Akhirnya aku mengiyakannya begitu saja. Lalu menjalani hari-hariku seperti setengah hati.
Sempat terpikirkan setelah kepergian Arka ke Surabaya, ia akan melupakanku dengan berjalannya waktu. Atau kabar buruknya tak akan memberiku berita hari-harinya yang selalu mengagumkan untuk didengar, tapi sepenunya pemikiran buruk itu hanya dugaan.

Ia jauh dari pandangan, namun melekat didasar jiwa.

Dia Arka yang sama.. meski kami hanya dapat mengobrol lewat perantara pesan singkat, telepon, atau video call. Ia masih menceritakan apapun yang terjadi padanya. Waktu dari ia membuka mata, dan besiap akan menutup mata. Tentu mimpi-mimpi anehnya pun tak ketinggalan.

Bila ku ingat tatapan memikatnya, senyum indah yang dihiasi lesung pipit tunggalnya, dan suara-suaranya yang menampilkan melodi fana.. rasanya kehampaan dalam lubang-lubang hatiku yang rapuh karna kepergiannya terasa semakin menyesakkan. Seperti.. ketika musim salju datang, dengan hangat kau duduk menatap tungku perapian yang menggelora.. mengeluarkan asap-asap yang seharusnya keluar dari cerobong, tapi sesuatu menutupinya, menyeretnya ke arah yang salah, lalu terjebak menyakiti matamu.

Setiap libur semester aku merasa jiwaku dikembalikan. Arka akhirnya kembali. Memperbaiki lubang-lubang yang kosong tersia-siakan akibat dari keputusannya. Kedatangannyapun seakan sepenuhnya untukku. Seolah-olah membayar waktuku yang berlalu tak berisi. Kami melakukan banyak hal gila bersama.. meski terkadang hanya tertawa cekikan.. lalu diakhiri oleh tubuh kami yang tergeletak di tempat tidur. Aku tak tahu apa yang ia rasakan terhadap diriku. Rasanya sepenuh cintanya hanya untukku, dan gadis yang ia ceritakan padaku itu tidak pernah ada. Dialah aku.

Aku hanya baru mempertimbang segala sesuatunya yang ia lakukan padaku, dan kesimpulannya mengacu pada ketiadaan gadis itu. Bila gadis bodoh itu benar ada, seharusnya Arka tidak bersamaku setiap hari. Atau setidaknya bercerita sekali saja padaku kalau ia ingin menemui gadis bodoh itu. Tapi aku tidak mendengar sekalipun kalimat semacam itu.

AKu meyakini akulah gadis bodoh Arka, Meski dugaan tersebut masih was-was.
Ketika liburan Arka berakhir.. Aku kembali seperti kehilangan setengah jiwaku. Tapi apapun itu.. aku akan selalu mendukungnya untuk menggapai mimpinya. Meski rasanya terkadang.. entahlah bagaimana sebutannya.. hanya.. 

Dia menceritakan seluruh mimpinya padaku, dan dia meninggalkanku untuk mimpinya.

Sesaat setelah kepergiaan Arka, aku selalu merasa kesepian. Kadang ku kunjungi tempat-tempat yang biasa kami kunjung untuk menyia-nyiakan waktu. Lalu terkadang malah menghasilkan tanya apa ia pernah merasakan kesepian yang sama denganku? Karna aku begitu sakit jauh darinya. Menanti waktu segera berlalu.. untuk sampai padanya.
Gambar-gambarnya masih terpampang didinding kamarku, terkadang aku benar-benar sendiri ketika menatap kenangan tersebut. Ingin rasanya kembali ke masa itu, atau berlari ke masa depan ketika ia sudah menggapai mimpinya.

Bila aku mendapatkan kesempatan terbangun didekatnya pada hari esok, aku akan mendekapnya dengan erat. Menahannya sekuat mungkin untuk tak lagi menjauhiku sejauh ini. Karena aku tak pernah baik-baik saja tanpanya. rasanya selalu dia dan dia.


Share:

0 komentar