Sounds of Rewrite 4
Mikhael POV
Aku membuka laptop, Dan buru buru mengetik "melodi tersembunyi" aku ingin melihat postingan terbaru dari blog Aurora , tapi tidak ada.
Hanya si bajak laut di urutan teratas, Dan aku sudah membacanya.
Aku ingin membiarkan hari ini berlalu.., ia sudah merusak pikirkan ku terlalu banyak. Tapi lagi lagi mata nya yang melemahkan terlintas.
Akh aku ini kenapa..,
Senyum nya melebar.. Gadis manis itu singgah lagi di kepalaku.
Aku tidak bisa berbuat apa apa.
Tadi aku melihatnya di canteen sekolah, ia tengah tertawa dan menikmati makanan nya.. Dan aku bahagia. Karena aku tahu sendirian adalah sesuatu yang tidak ia sukai.
Aku mondar mandir di depan kelas nya, hanya berharap ia mau mengatakan sesuatu padaku. Atau hanya sekedar berkata "hi" tapi tidak, ia bahkan tidak mau menatap ku.
Dan aku kesakitan.
Aku hanya menyukai nya. Hanya itu yang ku tahu.
Aku ingin bersamanya dalam hal hal yang tidak seharusnya aku inginkan.
Kami hanya 18. Aku terlalu muda menemukan seseorang yang sungguh aku inginkan lebih dari yang ku tahu.
Aku kesal pada diriku.
Aku merebahkan badan, melihat langit langit kamar, aku masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi, ku pikir ia menyukai ku. Entah mengapa dengan percaya diri nya aku meyakini itu. Dan aku buru buru mengatakan semua rahasia ku yang memperhatikan nya diam diam selama ini. Dan hal itulah yang menjauhkan nya dariku. Kalau saja aku tahu ia akan menjauh, aku akan memilih tidak akan mengatakan nya.
Berhari hari Aurora mengabaikanku seperti tidak kenal. Aku selalu mengajukan diri sebagai pengerek bendera, biasanya aku malas. tapi sudah tiga kali berturut turut dibantu oleh Gede dan Rama. Hanya ingin mengingatkan pada Auora kalau aku berada disana. tapi tetap saja tidak ada perubahan yang berarti.
Aku melihat blog nya.. Lagi lagi.
Aku membaca ulang semua tulisan nya.. Dan entah mengapa aku selalu menyukai nya.
High hopes.
Menatap jauh ke ujung dunia.
Itu hanya gambar hujan yang di ambil dari lantai dua. Terlihat bagus.. Meski sederhana.
Penangkal mimpi buruk
Aku tidak pernah bisa mengerti diriku. Sedikit pun. Aku terlalu takut oleh hal hal yang ku bayangkan. Pikiran ku berkeliling mencari kemungkinan baik dan buruk, menimbang hal hal yang kulewati, lalu menciptakan sebuah skenario rumit. Aku tidak mau semua itu terjebak, menciptakan ketakutan untukku. Tapi terjadi begitu saja. Hal Hal yang tidak bisa aku kendali Kan.
Kalau saja ada seseorang di luar sana yang bisa ku percaya akan menyelamatkan ku dari ini.
Kalau saja ada seseorang yang mau mendengar kan cerita cerita aneh ku.
Kalau saja ada.
Tapi tidak ada.
Dan aku memaksa diriku menjadi pahlawan untuk ku.
Dreamcatcher bergantung di tengah jendela nya, aku harap aku disana saat ini. Menyelamatkan nya dari pikiran buruk nya tentang hidup.
Entah mengapa terbesit begitu saja, aku terbangun dan langsung berlari mengambil jaketku. Aku berjalan turun, Dan pilihan kunci motor berjejer. Aku melirik jam, ugh sudah jam 11malam, suara motor ku mesti akan terdengar bising. Aku berubah pikiran, aku berlari menuju ke perumahan Aurora, tempat nya tidak terlalu jauh dari rumah ku, hanya 15 menit berjalan lurus melewati dua lampu merah.
Langkah ku semakin cepat, suasana hening menerpa. Dan entah mengapa aku ingin cepat sampai, hanya ingin memastikan kalau dia baik baik saja disana.
Aku berlari dan kemudian berada di depan rumahnya.
Aku terdiam lama, memandang jauh.
Ada dua jendela di rumah lantai dua itu, tapi diantara kedua nya tidak ada dreamcatcher yang terpajang dijendela.
Aku berjalan mendekat, Dan mengelilingi rumah nya.
Entah lah aku hanya ingin memastikan kalau dia baik baik saja hanya karena ia tidak ingin mengobrol dengan ku.
Mata ku menatap ke arah rumah itu, mencari cari, sampai sampai kaki ku terjerat lubang got kecil di pinggiran rumah.
"bangsat." aku berbisik dan kesal.
Dan disana lah dreamcatcher itu aku temukan. Kamar nya di belakang, kasihan sekali seperti anak tiri. Aku tertawa memandang jendela nya. Aku melihat teras di sebelah jendela nya, seperti terhubung dengan kamar nya. Lampu kamar nya masih menyala, Ia juga tidak menutup korden. Tapi anehnya lampu di terasnya mati.
Aku mendadak ingin tahu, sedang apa anak aneh itu. Mungkin sedang bermain dengan diri nya? Pikirkan ku berubah aneh. Dan aku mulai mencari cara untuk memanjat kesana.
Aku memutari rumah Aurora, Dan aku melihat tangga, tanpa berpikir panjang aku membawa nya menuju ke teras kamar Aurora.
Dan pelan.. Aku menjaga semuanya agar tidak bersuara.
Aku mulai menaiki tangga. Aku mendengar pintu di ketuk.
"kenapa Yah?" suaraya terdengar, aku menempelkan badan ke dinding dekat jendela nya. Lalu sedikit mengintip. Ayah nya di depan pintu.
"aku melihat seorang pemabuk di depan rumah tadi."
"pastikan semua pintu di kunci, jendela mu juga."
"besok Kan kamu masuk sekolah, tidur lah, tidak usah bermain komputer terus"
Aurora mengangguk. Lalu ayahnya pergi. ia mengunci pintu.
Aku deg degan entah mengapa. Aurora membalikan badan, aku menarik kepala, aku bisa mendengar Langkah nya mendekat. Lalu suara korden di tutup terdengar. Aku mendekat ke pintu kaca di sampingku, tapi menyembunyikan badan. Feeling ku Aurora akan mengunci pintu. Well, aku sih tidak apa apa aku sudah tenang, dia baik baik saja.
Tapi aku malah mendengar pintu di buka. Ia keluar, melihat lihat luar. Lalu kedua tangan nya berpangku di teras. Ia melamun. Tapi masih tidak tahu aku di belakang nya. Mungkin karena gelap. Ia bahkan tidak menghidupkan lampu teras. Jantung ku tarik menarik, aku hampir mati. Aku harus bergerak menghilang sebelum ia melihat ku. Tapi kemana? Aku terjebak disini.
Aurora bergerak, dan ia membalikan badan.
"Tuhan.." ia sedikit menjerit. Aku langsung mendekatinya dan mengangkat jari telunjuk ke bibir nya. Aku hanya tidak ingin mengganggu keluarga nya.
Aurora menoleh sekeliling, lalu mendorongku masuk ke kamar nya.
"kamu ngapain disini?" suranya terdengar kesal. Tapi mataku malah melihat lihat kamar nya, dinding nya putih, tapi dekorasi nya penuh warna. Tempat tidur nya kecil, hanya cukup untuk nya, sprai nya berwarna biru gelap. Buku Buku berjejer panjang di lemari terbuka, komputer masih menyala, lengkap dengan kursi nyaman.
"Mikhael.." ia berbisik, tapi dengan nada marah.
" ulangan Mathematica ku remidi Dan bu vanya bilang datang ke kamu karena nilai mu sempurna" tangan nya berlipat didada.
" hanya dua orang yang mendapat nilai sempurna kau dan aku" bangsat wajah malu ku tidak bisa di tahan. Tadi siang bu vanya mengumumkan itu di kelasku. Tapi aku tidak tidak tahu kalau Aurora tahu Ia mendapat nilai sempurna.
" aku cuma.. Jessi ingin sebuah puisi di tampilkan di acara perpisahan kita."
"terus?"
"kau ahli dalam hal itu"
Aurora mengangguk "itubukan sesuatu yang darurat dan kita bisa membicarakan nya di sekolah"
"oh okay" aku kikuk, semua kata menghilang dari otakku.
" aku nanya.. kamu ngapain disini?" nada nya menunggu, Mata nya melotot. Aku tahu ia mulai marah. "kalau ayah tahu dia bisa membunuh mu." Ia melanjutkan dengan lirih.
" aku cuma lewat dan melihat jendela mu terbuka." alisnya naik.
"Mikhael" gigi nya menggeretak.
"okay, okay.." sekarang aku membuat nya diam. "aku tidak bisa tidur, dan aku hanya ingin memastikan kau baik baik saja."
"kau tidak mau berbicara kepadaku, bahkan kau tidak mau menatapku."
Aku melihat kebawah, hanya takut melihat wajah garang nya. Lalu aku menatapnya.
Aurora menoleh ke kiri, Dan ia menahan senyum.
" Kau benar menyebutku bajingan!" aku masih menatap wajah polosnya yang menawan. beberapa bintik bekas jerawat di wajahnya seperti bintang di langit, sedikit banyak membawa pesona tersendiri.
Matanya bergerak memandangku.
" tolong berhenti mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal!" ia merespon sinis.
" aku hanya berkata jujur okay!"
Aurora berkedip tapi bibirnya tidak bergerak. lalu ia berjalan menajauh kemudian duduk di samping tempat tidur nya. Tangan nya terangkat memberi kode untuk ku duduk bersamanya.
Ia memandang keluar, entah apa yang ia pikirkan.
"ini sudah larut." Aurora menoleh.
"terus?" aku tertawa mendengar jawabannya.
"aku tidak mengerti kenapa orang orang berbohong" aku tersindir mendengar itu. Gadis itu menatap ku jauh, seakan menghakimi ku. padahal aku lebih banyak jujur dengannya.
"well, aku tidak ingin melakukannya, terkadang terjadi begitu saja." ia terdiam. Tapi matanya bergerak bingung.
" asalkan kau jadi pembohong yang pintar." akhirnya ia memberi jalan.
Suara pintu sekali lagi terdengar.
"sial." aku tahu itu mesti ayah Aurora.
"kau harus pergi." Aurora berdiri. Dan aku ikut.
"aku tidak mau pergi" hanya ingin menakutinya. bagaimanapun tadi itu Aurora mengunci pintunya, jadi siapa yang akan menyergap kami.
" Kau ingin melihat ayahku memanggil polisi?" wajahnya panik.
"Aku tidak peduli!" aku berjalan ke dekat jendela dan melipat tanganku di dada. Aurora mendekat. ia seperti ingin mencekikku.
"berjanjilah kau tidak akan mengabaikanku? " mata Aurora berputar, jelas sekali jawabannya.
" atau kau ingin melihatku setiap malam menyusup ke kamar mu? "
Aurora menghela nafas panjang, lalu terdiam menatap ku. lalu kepalanya mendekat. Bibirnya menyentuh bibirku cepat sekali. Satu detik dan Aurora mendorongku keluar lewat teras. Ia menutup pintu, dan mengunci nya. Aku mengintip dari jendela, dan ia membuka kan pintu kamarnya.. yang datang itu ibu nya..
"kalau menonton sesuatu pakailah headset, nanti si kembar terbangun."
Hanya itu dan ibunya kemudian pergi. Aurora sekali lagi memeriksa ku. Ia tersenyum Dan melambai. well dia benar benar ingin aku pergi. Sudah lah, lagi pula aku sudah dapat cium 1 detik dari nya.
Aku melambaikan tangan dan kemudian turun lewat tangga.
Aku kemudian mengembalikan tangga ke tempat semula. Lalu pulang dengan bahagia.
Aku membuka laptop, Dan buru buru mengetik "melodi tersembunyi" aku ingin melihat postingan terbaru dari blog Aurora , tapi tidak ada.
Hanya si bajak laut di urutan teratas, Dan aku sudah membacanya.
Aku ingin membiarkan hari ini berlalu.., ia sudah merusak pikirkan ku terlalu banyak. Tapi lagi lagi mata nya yang melemahkan terlintas.
Akh aku ini kenapa..,
Senyum nya melebar.. Gadis manis itu singgah lagi di kepalaku.
Aku tidak bisa berbuat apa apa.
Tadi aku melihatnya di canteen sekolah, ia tengah tertawa dan menikmati makanan nya.. Dan aku bahagia. Karena aku tahu sendirian adalah sesuatu yang tidak ia sukai.
Aku mondar mandir di depan kelas nya, hanya berharap ia mau mengatakan sesuatu padaku. Atau hanya sekedar berkata "hi" tapi tidak, ia bahkan tidak mau menatap ku.
Dan aku kesakitan.
Aku hanya menyukai nya. Hanya itu yang ku tahu.
Aku ingin bersamanya dalam hal hal yang tidak seharusnya aku inginkan.
Kami hanya 18. Aku terlalu muda menemukan seseorang yang sungguh aku inginkan lebih dari yang ku tahu.
Aku kesal pada diriku.
Aku merebahkan badan, melihat langit langit kamar, aku masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi, ku pikir ia menyukai ku. Entah mengapa dengan percaya diri nya aku meyakini itu. Dan aku buru buru mengatakan semua rahasia ku yang memperhatikan nya diam diam selama ini. Dan hal itulah yang menjauhkan nya dariku. Kalau saja aku tahu ia akan menjauh, aku akan memilih tidak akan mengatakan nya.
Berhari hari Aurora mengabaikanku seperti tidak kenal. Aku selalu mengajukan diri sebagai pengerek bendera, biasanya aku malas. tapi sudah tiga kali berturut turut dibantu oleh Gede dan Rama. Hanya ingin mengingatkan pada Auora kalau aku berada disana. tapi tetap saja tidak ada perubahan yang berarti.
Aku melihat blog nya.. Lagi lagi.
Aku membaca ulang semua tulisan nya.. Dan entah mengapa aku selalu menyukai nya.
High hopes.
Menatap jauh ke ujung dunia.
Itu hanya gambar hujan yang di ambil dari lantai dua. Terlihat bagus.. Meski sederhana.
Penangkal mimpi buruk
Aku tidak pernah bisa mengerti diriku. Sedikit pun. Aku terlalu takut oleh hal hal yang ku bayangkan. Pikiran ku berkeliling mencari kemungkinan baik dan buruk, menimbang hal hal yang kulewati, lalu menciptakan sebuah skenario rumit. Aku tidak mau semua itu terjebak, menciptakan ketakutan untukku. Tapi terjadi begitu saja. Hal Hal yang tidak bisa aku kendali Kan.
Kalau saja ada seseorang di luar sana yang bisa ku percaya akan menyelamatkan ku dari ini.
Kalau saja ada seseorang yang mau mendengar kan cerita cerita aneh ku.
Kalau saja ada.
Tapi tidak ada.
Dan aku memaksa diriku menjadi pahlawan untuk ku.
Dreamcatcher bergantung di tengah jendela nya, aku harap aku disana saat ini. Menyelamatkan nya dari pikiran buruk nya tentang hidup.
Entah mengapa terbesit begitu saja, aku terbangun dan langsung berlari mengambil jaketku. Aku berjalan turun, Dan pilihan kunci motor berjejer. Aku melirik jam, ugh sudah jam 11malam, suara motor ku mesti akan terdengar bising. Aku berubah pikiran, aku berlari menuju ke perumahan Aurora, tempat nya tidak terlalu jauh dari rumah ku, hanya 15 menit berjalan lurus melewati dua lampu merah.
Langkah ku semakin cepat, suasana hening menerpa. Dan entah mengapa aku ingin cepat sampai, hanya ingin memastikan kalau dia baik baik saja disana.
Aku berlari dan kemudian berada di depan rumahnya.
Aku terdiam lama, memandang jauh.
Ada dua jendela di rumah lantai dua itu, tapi diantara kedua nya tidak ada dreamcatcher yang terpajang dijendela.
Aku berjalan mendekat, Dan mengelilingi rumah nya.
Entah lah aku hanya ingin memastikan kalau dia baik baik saja hanya karena ia tidak ingin mengobrol dengan ku.
Mata ku menatap ke arah rumah itu, mencari cari, sampai sampai kaki ku terjerat lubang got kecil di pinggiran rumah.
"bangsat." aku berbisik dan kesal.
Dan disana lah dreamcatcher itu aku temukan. Kamar nya di belakang, kasihan sekali seperti anak tiri. Aku tertawa memandang jendela nya. Aku melihat teras di sebelah jendela nya, seperti terhubung dengan kamar nya. Lampu kamar nya masih menyala, Ia juga tidak menutup korden. Tapi anehnya lampu di terasnya mati.
Aku mendadak ingin tahu, sedang apa anak aneh itu. Mungkin sedang bermain dengan diri nya? Pikirkan ku berubah aneh. Dan aku mulai mencari cara untuk memanjat kesana.
Aku memutari rumah Aurora, Dan aku melihat tangga, tanpa berpikir panjang aku membawa nya menuju ke teras kamar Aurora.
Dan pelan.. Aku menjaga semuanya agar tidak bersuara.
Aku mulai menaiki tangga. Aku mendengar pintu di ketuk.
"kenapa Yah?" suaraya terdengar, aku menempelkan badan ke dinding dekat jendela nya. Lalu sedikit mengintip. Ayah nya di depan pintu.
"aku melihat seorang pemabuk di depan rumah tadi."
"pastikan semua pintu di kunci, jendela mu juga."
"besok Kan kamu masuk sekolah, tidur lah, tidak usah bermain komputer terus"
Aurora mengangguk. Lalu ayahnya pergi. ia mengunci pintu.
Aku deg degan entah mengapa. Aurora membalikan badan, aku menarik kepala, aku bisa mendengar Langkah nya mendekat. Lalu suara korden di tutup terdengar. Aku mendekat ke pintu kaca di sampingku, tapi menyembunyikan badan. Feeling ku Aurora akan mengunci pintu. Well, aku sih tidak apa apa aku sudah tenang, dia baik baik saja.
Tapi aku malah mendengar pintu di buka. Ia keluar, melihat lihat luar. Lalu kedua tangan nya berpangku di teras. Ia melamun. Tapi masih tidak tahu aku di belakang nya. Mungkin karena gelap. Ia bahkan tidak menghidupkan lampu teras. Jantung ku tarik menarik, aku hampir mati. Aku harus bergerak menghilang sebelum ia melihat ku. Tapi kemana? Aku terjebak disini.
Aurora bergerak, dan ia membalikan badan.
"Tuhan.." ia sedikit menjerit. Aku langsung mendekatinya dan mengangkat jari telunjuk ke bibir nya. Aku hanya tidak ingin mengganggu keluarga nya.
Aurora menoleh sekeliling, lalu mendorongku masuk ke kamar nya.
"kamu ngapain disini?" suranya terdengar kesal. Tapi mataku malah melihat lihat kamar nya, dinding nya putih, tapi dekorasi nya penuh warna. Tempat tidur nya kecil, hanya cukup untuk nya, sprai nya berwarna biru gelap. Buku Buku berjejer panjang di lemari terbuka, komputer masih menyala, lengkap dengan kursi nyaman.
"Mikhael.." ia berbisik, tapi dengan nada marah.
" ulangan Mathematica ku remidi Dan bu vanya bilang datang ke kamu karena nilai mu sempurna" tangan nya berlipat didada.
" hanya dua orang yang mendapat nilai sempurna kau dan aku" bangsat wajah malu ku tidak bisa di tahan. Tadi siang bu vanya mengumumkan itu di kelasku. Tapi aku tidak tidak tahu kalau Aurora tahu Ia mendapat nilai sempurna.
" aku cuma.. Jessi ingin sebuah puisi di tampilkan di acara perpisahan kita."
"terus?"
"kau ahli dalam hal itu"
Aurora mengangguk "itubukan sesuatu yang darurat dan kita bisa membicarakan nya di sekolah"
"oh okay" aku kikuk, semua kata menghilang dari otakku.
" aku nanya.. kamu ngapain disini?" nada nya menunggu, Mata nya melotot. Aku tahu ia mulai marah. "kalau ayah tahu dia bisa membunuh mu." Ia melanjutkan dengan lirih.
" aku cuma lewat dan melihat jendela mu terbuka." alisnya naik.
"Mikhael" gigi nya menggeretak.
"okay, okay.." sekarang aku membuat nya diam. "aku tidak bisa tidur, dan aku hanya ingin memastikan kau baik baik saja."
"kau tidak mau berbicara kepadaku, bahkan kau tidak mau menatapku."
Aku melihat kebawah, hanya takut melihat wajah garang nya. Lalu aku menatapnya.
Aurora menoleh ke kiri, Dan ia menahan senyum.
" Kau benar menyebutku bajingan!" aku masih menatap wajah polosnya yang menawan. beberapa bintik bekas jerawat di wajahnya seperti bintang di langit, sedikit banyak membawa pesona tersendiri.
Matanya bergerak memandangku.
" tolong berhenti mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal!" ia merespon sinis.
" aku hanya berkata jujur okay!"
Aurora berkedip tapi bibirnya tidak bergerak. lalu ia berjalan menajauh kemudian duduk di samping tempat tidur nya. Tangan nya terangkat memberi kode untuk ku duduk bersamanya.
Ia memandang keluar, entah apa yang ia pikirkan.
"ini sudah larut." Aurora menoleh.
"terus?" aku tertawa mendengar jawabannya.
"aku tidak mengerti kenapa orang orang berbohong" aku tersindir mendengar itu. Gadis itu menatap ku jauh, seakan menghakimi ku. padahal aku lebih banyak jujur dengannya.
"well, aku tidak ingin melakukannya, terkadang terjadi begitu saja." ia terdiam. Tapi matanya bergerak bingung.
" asalkan kau jadi pembohong yang pintar." akhirnya ia memberi jalan.
Suara pintu sekali lagi terdengar.
"sial." aku tahu itu mesti ayah Aurora.
"kau harus pergi." Aurora berdiri. Dan aku ikut.
"aku tidak mau pergi" hanya ingin menakutinya. bagaimanapun tadi itu Aurora mengunci pintunya, jadi siapa yang akan menyergap kami.
" Kau ingin melihat ayahku memanggil polisi?" wajahnya panik.
"Aku tidak peduli!" aku berjalan ke dekat jendela dan melipat tanganku di dada. Aurora mendekat. ia seperti ingin mencekikku.
"berjanjilah kau tidak akan mengabaikanku? " mata Aurora berputar, jelas sekali jawabannya.
" atau kau ingin melihatku setiap malam menyusup ke kamar mu? "
Aurora menghela nafas panjang, lalu terdiam menatap ku. lalu kepalanya mendekat. Bibirnya menyentuh bibirku cepat sekali. Satu detik dan Aurora mendorongku keluar lewat teras. Ia menutup pintu, dan mengunci nya. Aku mengintip dari jendela, dan ia membuka kan pintu kamarnya.. yang datang itu ibu nya..
"kalau menonton sesuatu pakailah headset, nanti si kembar terbangun."
Hanya itu dan ibunya kemudian pergi. Aurora sekali lagi memeriksa ku. Ia tersenyum Dan melambai. well dia benar benar ingin aku pergi. Sudah lah, lagi pula aku sudah dapat cium 1 detik dari nya.
Aku melambaikan tangan dan kemudian turun lewat tangga.
Aku kemudian mengembalikan tangga ke tempat semula. Lalu pulang dengan bahagia.
Tags:
Melodi Tersembunyi
0 komentar