Upside down
Rintikan hujan menyambut kami di surabaya. Ku harap bukan pertanda yang buruk, karena membayangkan kebersamaan Arka bersama gadis lain bukan lah sesuatu yang mudah ku terima.
Aku bahagia, iya.., aku hanya ingin orang yang ku sayangi bahagia.
Sesampai di hotel aku sudah tidak mengurus apa-apa. Pihak Tante Diana sudah menyiapkan semuanya.
Aku segera mengganti baju Adana, lalu berdandan untuk ku sendiri. Begitu pun Mum.
Lalu kami berjalan ke lounge tempat dimana pesta pernikahan Arka di laksanakan.
Pernikahan Arka bertema serba putih. Ruangan didesain penuh dengan bunga-bunga. Kursi-kursi yang dilapisi kain krempun ditata seelok mungkin dengan meja ditengah-tengahnya.
Mum menggunakan gaun floral berwarna ungu. Lalu rambut panjangnya yang bergelombang diurai. Sejujurnya ia tidak tahu kalau rumor warna ungu adalah janda. Ia hanya menggunakan gaun itu, karna menyukainya. Itu bukan gaun baru, melainkan pemberian Ayah beberapa tahun lalu.
Vaad langsung menyambut kami, dan memberi jalan. Ia hanya mengenakan kemeja pendek berwarna putih yang tengah-tengahnya terdapat banyak titik-titik berwarna hitam.
Sedangkan aku hanya menggunakan dress putih selutut dari bahan satin tanpa lengan. Adanapun memakai dress dengan warna menyerupai—gaun hadiah dari Lily beberapa waktu lalu.
Begitu banyak orang-orang asing yang menghadiri pernikahan Arka.
“ Itu Virgi.. ” kata Vaad melambai ke Virgi yang tengah berdiri didekat meja penuh bunga. Vaadpun segera berlari mendekatinya. Lalu mereka berdua mengobrol.
Tidak lama tante Diana menemukan kami. Dia terlihat bahagia melihatku hadir dipernikahan Arka. Kemudian para ibu-ibu saling timpal berbicara.
Well, Adana memang sosok anak ceria dan tidak mau diam. Tapi hal itu tidak berlaku di tempat baru.
Mata ku berkeliling mencari Arka, tapi malah om Yayid yang muncul. Lalu ia mengajak kami duduk di kursi barisan depan. Dan disanalah mata ku setengah membeku menatap wajah Arka yang tidak bisa ku artikan.
"Mum..," Adana berbisik. Aku mencium pipinya. Dan kemudian nendudukanya di kursi antara aku dan Mum.
“ Para hadirin dipersilahkan duduk ditempat masing-masing.” Pengarah acapun berkumandang dengan microponnya. Sontak semua orang memilih tempat duduk. Termasuk Arka, dan pasangannya yang memilih duduk di meja didepanku.
Hanya ada dua kursi di meja itu, dan ku rasa memang khusus untuk mereka.
Keduanya menghadap ke arahku, ke arah seluruh undangan.
Aku memberanikan diri menatap Arka, dan mengejutkan ia pun mengarahkan matanya ke arahku. Lalu aku memandang wanita cantik di sampingnya, Ouh, 😱 she is suck a beautiful girl. Gaun panjang kremnya nampak proporsional, meski ia tengah duduk.
Mereka terlihat manis bersama.
Aku tahu Arka akan bahagia bersamanya.
“ Sambutan dari mempelai pria dan wanita.”
Satu teriakan menyadarkan ku.
Arka dan pasangannya saling menoleh, lalu tertawa. Mereka terlihat bingung memulai antara siapa yang lebih dulu. Tapi si perempuanlah yang pertama langsung berdiri.
“ Hmm..” ia membuka pidatonya dengan buruk. Lalu membuka lembaran kertas yang tiba-tiba ada di tangannya. Hanya sekilas. Setelah itu menindihnya dengan gelas di meja di depannya.
"Maaf! Tapi aku akan menggunakan momen ini untuk sebuah kejujuran.” Gadis yang sudah menjadi istri Arka itupun menoleh ke Arka.
“Kami bertemu ditoko buku orangtua ku. Hari itu, Arka sibuk memilah beberapa buku dongeng anak-anak. Lalu mengambil banyak sekali, Dan di tumpuk di lantai. Aku bilang padanya kalau di toko ini tidak boleh menumpuk buku di lantai.😂😂😂 Tapi hanya alasan untuk mendekatinya.” Ku lihat wajah Arka tidak merespon apa-apa. Ia masih melihat ke arahku dengan pandangan yang tidak seharusnya.
"Sorry Arka, hanya pura-pura.” Gadis itupun menoleh pada Arka yang masih memusatkan pandangannya padaku. Tiba-tiba tangannya menyentuh pundak Arka, membuat Arka menoleh.
“ Tapi berkat pura-pura itulah akhirnya kami menjalin hubungan yang berujung pernikahan.” Arka tersenyum padanya, lalu kembali memandangku. Lalu permbicaraan pun melebar, gadis itu benar-benar menceritakan semua hal tentang kebersamaannya dengan Arka. Rasanya membosankan. Bahkan aku tidak yakin Arka tengah mendengarkannya dengan baik.
Yang ku tahu, atau mungkin karena ia memang menghadap ke para undangan, jadi aku merasa matanya hanya terfokus padaku.
“ Besok adalah hari yang baru bagi kita. Jadi, aku tidak ingin ada rahasia lagi. Apapun itu.”
"Arka..," panggilan itu membuat Arka menoleh.
"Tidak boleh ada rahasia!"
Istrinya mengulang, dan Arka pun mengangguk.
"Berdirilah, sekarang giliran mu!" Ia menggapai tangan Arka, membuat nya berdiri, lalu gadis itu kembali duduk.
Dengan tatapan memikat nya, matanya masih tertuju ke arah ku. Hal itu kemudian mengundang mempelai wanita menatap ke arah yang sama.
"Say something, darling!" Wanita itu menepuk tangan Arka. Dan Arka langsung tersenyum.
“ Perhatian semuanya..” suaranya yang keras mengisi ruangan.
"Ini hari paling bahagia untukku.” ia membuka pidatonya sembari kembali menoleh ku. Namun entah mengapa aku merasa ia berbohong. Karena aku yakin ia masih mencintai gadis bodoh itu.
Seharusnya aku mengambil kesempatan itu setahun lalu. Lalu beberapa minggu sebelum ini aku yang akan sibuk menata ruangan ini untuk Arka. Membantunya dipernikahannya. Aku tahu itu lebih menyakitkan. Tapi setidaknya ada seorang sahabat yang mendampinginya.
“ Semua tentang aku dan Wilona sudah dia ceritakan. Jadi apa yang harus aku sampaikan sekarang?” sesaat para undanganpun dibuatnya terkekeh. Oh jadi nama istrinya Wilona.
“ Aku bahagia, semua orang yang aku sayangi ada disini. Bahkan orang paling istimewa dalam hidupku menyaksikan hari paling aneh ini.” lagi lagi matanya ke arahku. Lalu aku malah sedih. Dua kali Arka berkata ini hari bahagia. Membuatku berpikir bahwa mungkin aku yang salah melihat kebohongan itu dari matanya.
“ Aku ingin mengucapkan banyak terimakasih untuk keluargaku. Terutama Ibu, orang yang selalu memberikanku apapun kecuali mimpiku menjadi dokter gigi. Ia memiliki alasan konyol mengenai ketidak setujuannya itu. Ia pikir menjijikan melihat karang gigi milik orang lain, bahkan terkadang iapun merasa jijik melihat miliknya sendiri.” Arka tertawa konyol memandang Ibunya. Lalu dibalas oleh tante Diana dengan kepalan tangan disertai senyum kecil dengan mata melotot, hal itu malah lucu, membuat Arka terbahak-bahak.
“Dan untuk Ayahku, Ia ingin aku menjadi penyanyi hanya karna usahanya menjual alat-alat musik. Dia pikir barang-barang tersebut akan berguna bila nantinya sudah tidak laku. Tapi ia selalu mendukung mimpiku, Terlebih iapun mengalami sakit gigi.” Lanjutnya menatap ke Om Yayid. Tentu para undanganpun tertawa lagi mendengar gurauannya.
“Dan untuk salah satu wanita terkuat diplanet ini; kakakku Wulan. Ia membuat hari-hatiku berjalan konyol setiap harinya dengan candaan yang ia lontarkan. tapi ketika ia mulai tumbuh dewasa.. iapun sibuk dengan beberapa desain baju. Lalu meninggalkanku ke luar negeri untuk menggapai mimpinya. Tapi aku bahagia, tahun ini ia akan membuka majalah fashion Wulansari’s Magazine. —mimpinya terwujud.” Wulanpun tersenyum mendengar ucapan Arka. Lalu mata Arka beralih memandangku.
"dan untuk Malaikat pelindung mimpiku yang masih sama cantiknya meski kini ia adalah seorang Ibu dari anak yang berumur lima tahun.” Aku merasa malu menjadi bagian dari pidatonya. Membuatku memandang sekelilingku sesaat, lalu berakhir mengelus rambut Adana.
“ Aku tidak pernah membayangkan kau berada dibarisan uandangan ketika hari pernikahanku, bilapun sempat ku bayangkan itu akan sama seperti bumi yang dihantam meteor besar-besaran.” Semua mata mulai memandangnya dengan heran.
“ Bagaimanapun kau adalah sahabatku., orang yang sebanding dengan keluargaku. Dan sebuah perjalanan yang mengagumkan bisa berbagi banyak hal bersamamu.” Tatapannya mulai melewati batas sewajarnya. Seakan menganggap hanya akulah satu-satunya orang yang berada di ruangan ini.
Aku menimbang nimbang ucapannya.
Dan suasana benar menyiksa.
“Ku rasa sudah cukup banyak ku ceritakan tentang orang-orang yang ku sayangi."
"Aku berterimakasih pada semua orang yang ada disini. Aku sangat menghargai waktu yang kalian luangkan. Bila bisa aku ingin berterimakasih dengan menyebutkan nama kalian satu persatu. Sayangnya hal itu malah akan memakan waktu semalaman. Dan aku tahu ia akan sangat membosankan.” Ia tertawa sendiri. Lalu menatapku.
“ Tapi mungkin malaikatku ingin berbicara sesuatu.” tanyanya. Aku mengangkat kedua alisku—Bingung apa benar-benar aku yang ia maksud?!Arka merespon cepat dengan anggukan. Membuatku menggeleng.
“ Ayolah, ini pernikahanku. Buat mereka terpesona oleh ceritamu yang selalu membuatku bahagia.” Lanjutnya.
“Aku mohon.” Suaranya serupa bisikan.
"Adana katakan padanya aku mohon." Arka membuat Adana tertawa dan dengan ragu aku pun berdiri.
Arka duduk, tapi matanya masih ke arah ku. Lalu Wilona menggenggam tangannya.
“ Oo Hei..” suaraku nyaris gemetaran. Bukan gugup didepan orang-orang asing yang tidak ku kenal. Tapi merasa tidak tenang menghadapi Arka yang sudah berstatus suami orang.
“ Hmm...” suaraku berantakan. Kata berhamburan dalam pikiranku. Lalu ku tarik nafas sembari memandang langit-langit. Aku malah tertawa.
“Sejujurnya aku tidak tahu harus berkata apa? Yang aku tahu kalian bosan harus mendengarkan ucapan orang lain, sama seperti yang ku rasakan.” Ucapanku ditertawakan. Dan itu memudarkan sebagian kegugupanku.
"Tapi ku rasa aku tidak akan berbicara panjang lebar.” Lanjutku sembari memandang Arka yang masih tertawa.
“ Pertama kali aku melihat Arka, ketika pulang sekolah. Aku adalah anak pindahan dan Arka pribumi. Akupun langsung tersenyum ketika ia melihatku, membuatnya menunjukan lesung pipitnya lalu tiba-tiba bertanya kenapa aku pindah ke kotanya? Itu konyol, dia bahkan belum bertanya namaku, atau darimana aku berasal.. eh malah setelahnya.. ia memberitahuku bahwa kotanya adalah jalan buntu."
Aku menggeleng " Tidak memiliki masa depan. ” Aku setengah tertawa mengingatnya.
“ ia terlihat seperti anak 5 tahun keitka itu, bahkan umur kami sudah 14 tahun.” aku menatap Arka. Undangan kembali mentertawakannya.
“Sejak saat itu, Tidak ada hariku yang terlewatkan tanpanya. Ia menceritakan segalanya padaku, termasuk mimpi-mimpi anehnya yang terkadang membuattnya takut. ”Arka tertawa masih memandangku. Namun dibalik tawa itu terpancar jelas kesedihannya. Entah dengan alasan apa. Aku sendiri tidak dapat menggali kebenaran tersebut.
"Begitu banyak hal yang terlewatkan, begitu banyak hariku yang terbenam ketika Arka pada akhirnya memutuskan pergi mengejar mimpinya.” Ruangan senyap. Lalu aku menghela nafas. Hanya itulah yang terdengar disini saat ini.
“Terkadang akupun tidak mengerti, dia menceritakan seluruh mimpinya padaku, tapi dia meninggalkanku untuk mimpinya.”
“ Ini hari yang paling bahagia dalam hidupku.” Aku berbohong. Menahan air mata kepedihan ketika menatap Arka bersama mempelai wanitanya.
"Arka..," aku menghela nafas panjang, lagi-lagi.
"Kau hadir dalam hidupku membawa warna-warna baru yang tidak pernah ku miliki. Lalu mewarnainya dalam setiap garis yang kau lihat. Itu adalah momen terbaik yang pernah ku miliki. Bahkan tidak pernah sedikitpun terlintas dalam pikiranku.”
"Lalu kau memilih seseorang sebagai pendamping hidupmu! Itu adalah keputusan yang besar.” Bahkan aku tidak pernah mendapatkan tawaran itu darinya.
"Kita memiliki takdir diluar batas pikiran. Lalu mereka membolak-balikan kehidupan kita begitu saja. Seakan ketika aku berada disini saat ini.., adalah suratan yang sudah dibuat sebelum aku hidup. Sebelum adanya diriku.” Aku menatap Arka, memberi jeda kalimatku sesaat.
"Itu tidak adil. Aku bahkan tidak tahu, mampukah aku menghadapinya.” Arka menggeleng.
"Kita berdua tahu Arka, bagaimana takdir mempermainkan kita."
"Kita berdua tahu..”
“Tapi tidak masalah..,” aku menggeleng.
"Sungguh, itu tidak masalah!” Aku meyakinkan Arka.
“Karna aku sadar, tidak peduli dimanapun kau terbangun di hari esok, bersama siapapun kau tertawa, Karna apapun kau bahagia.. Aku.., dengan segenap hati, akan selalu mencintaimu.”
Ku ucapkan lambat-lambat untuk membuatnya mengerti, untuk memberinya kesempatan meresapi ucapanku. Hal itupun mengundang semua mata menatapku teka-teki, termasuk Wilona yang sudah memasang wajah garangnya.
“Sebagai sahabat, sebagai dua orang yang selalu berbagi. Sebagai Malaikat Pelindung mimpimu!” tegasku mencairkan suasana. Arkapun segera mengalihkan pandangnya dariku, lalu melebarkan bibirnya untuk kembali menatapku. Tapi aku sudah selesai oleh pembicaraan ini.
“ Malaikat Pelindung?” tiba-tiba suara mungil terdengar disenyap suasana yang ku buat. Adana.
"Ayah Malaikat Pelindung.” lanjutnya menatap Arka. Iapun tersenyum. Aku segera mengelus rambut bergelombangnya sesaat, lalu kembali memandang Arka.
“ Ingatlah aku akan selalu menjadi malaikat pelindungmu.” Mata kami bertemu penuh teka-teki. Suasana semakin hening. Lalu menyadarkanku kalau kini Arka tengah bersanding bersama istrinya, yang berarti Arka adalah seorang suami.
Aku mentertawakan diriku sesaat “ kita sudah terjebak terlalu lama dalam senyap. Kenapa musiknya tidak dinyalakan, lalu kita berdansa bersama? ” seruan setujupun terdengar lalu tiba-tiba musik berbunyi. Semua orang mulai berdiri dan beralih ke ruang tanpa meja disamping kami. Lalu mereka menggerakan seluruh tubh mereka dalam dansa yang menyenangkan.
“Mum.. ku rasa Adana lelah, aku akan membawanya ke kamar.” aku menggendong Adana. Tapi Mum ikut berdiri.
“ Tidak.. biarkan Mum saja! kau tetaplah disini, nikmati suasana, barangkali Adana akan menemukan Ayah baru.” Ia berkedip jail padaku. Lalu berjalan meninggalkanku begitu saja.
“ Mum..” keluhku kesal seperti anak 5 tahun. Lalu aku berjalan dibelakangnya. Tiba-tiba seseorang menarik tanganku.
“ Arzalea..” Arka menyapa. Akupun terdiam menangani aliran darahku yang melaju mondar-mandir.
“Ugh, Sejujurnya aku ingin sekali memeluk Adana.” Pandanganya melamun, membuatku menoleh ke belakangku. Adana yang berada dipelukan Mum sudah berlalu melewati pintu.
“Ia kelelahan. Ini pertama kalinya ia naik pesawat terbang.” Jelasku ragu. Arka mengangguk.
“ Apa kau datang bersama suamimu?” aku hanya tersenyum sembari menggeleng.
"Oh ya.. dia terlalu sibuk untuk hadir diacara seperti ini.” Lanjutnya yang kemudian ku anggukan.
“Kalau begitu selamat!” akupun menjulurkan tangan. Menahan kesakitan dalam hatiku ketika menatap cincin berkilau dijari manisnya. Arkapun tertawa. Tiba-tiba Wilona menghampiri kami terburu-buru. Lalu menyentuh tangan Arka.
“Ayolah sayang, mereka ingin melihat kita berdasa!” katanya pada Arka.
“ Arzalea, ini Wilona.” katanya.
“Aku tahu.” Jawabku membuat Wilona menoleh.
“ aku juga tahu kau sahabat Arka yang tadi berpidato. tapi bolehkah aku meminjamnya sebentar, hanya sebentar.. semua orang sudah tak sabar ingin melihatnya berdansa bersamaku.” Wilona terlihat manja sekali. Ku rasa Arka sudah berhasil melupakan gadis bodoh itu untuknya.
“Ambil saja. ” ucapanku membuat Wilona tertawa sesaat. Lalu memaksa menarik tangan Arka.
Kehampaan menerpaku di tengah suasana seramai ini.
Konyol.
Suara-suara itu hanya gerakan yang tak bernada.
Mataku mencoba berkeliling membuktikan kenyataan yang ku hadapai.
Semuanya nampak sama.
Hanya hatiku lah yang berharap ini mimpi.
Arka mulai menggerakkan kakinya, tangannya yang sudah melingkar lebih dulu dipinggang Wilona membuatnya melingkarkan kedua tangannya di leher Arka. Mereka berdua terlihat bahagia. Tapi aku sekarat. Akupun segera mencari tempat untuk melupakan pemandangan membakar tersebut. Satu-satunya hanya sebuah beranda yang menampakkan pemandang gedung-gedung tinggi penuh kelap-kelip kota.
Air mataku turun, bahkan suara isakan ku terdengar menyakitkan untuk diri ku sendiri.
"I swear, the view is fucking cool!" Suara Vaad berjalan ke telingaku, dan aku kemudian menghapus air mataku. Aku menenangkan diriku, hanya agar tidak satu pun dari mereka mengetahui kebenaran menyakitkan ini.
Vaad dan Virgi menatap kelap kelip kota. Lalu mereka bergurau, beberapa kalimat membuat ku tertawa.
Karena gelapnya keadaan ini, bahkan tempat ini tidak ikut di rumat untk pernikahan Arka.
Aku tersenyum sesekali menatap mereka. Ah aku baru sadar mereka bukan anak-anak lagi. Entah kenapa aku kemudian teringat Arzalea dan Arka kecil.
Aku berjalan mendekati keduanya, aku tahu ini menggangu, tapi aku hanya ingin mengucapkan selamat.
“hey..,” aku mengagetkan keduanya.
“Kalian pacaran?” tebakku. Tanpa basa basi karena aku ingin segera pergi.
Pandangan keduanya bertemu. Lalu sama-sama membantah dengan gelengan.
“Ki llihat kalian berdua serasi.” Suara Arka tiba-tiba ikut terlibat. Lalu berjalan mendekat.
“Tidak Om..,” bantah Virgi.
“Aku bersumpah, kami hanya sebatas teman. Aku bersumpah aku..” sebelum Virgi menyelesaikan ucapannya, dengan cepat Arka mengangkat tangannya, lalu menempelkan jari telunjuknya ke bibir.
“Sshuuutttt.” Katanya.
Arka kemudian menoleh ke Vaad, yang tidak mengeluarkan sepatah katapun.
“Vaad bisa ambilkan minuman untuk kami bertiga.” perintah Arka yang langusung Vaad iyakan. Lalu Vaadpun berjalan menjauhi kami.
“ Jangan pernah bersumpah lagi!” Arka mengelus rambut Virgi.
"Katakan padaku kenapa kau bersumpah?” Tuntunya.
"Om tidak mengerti!" Wajah Virgi terlihat murung.
"Ada apa?" Tuntut ku.
“Itu akan seperti tante berpacaran dengan om Arka.” Jawab Virgi.
“Vaad pasti tidak akan nyaman.” Tegasnya takut.
Virgi?
Aku menyerapi ucapan nya, dan wajah murung nya di bawah ketakutan.
Apa seperti itulah Arzalea kecil?
Arka menoleh padaku sekilas lalu menggelengkan kepalanya.
“Apa kau merasa tidak nyaman bersamanya?” tanyaku memastikan.
“Dia yang mengisi hari-hariku, dia tempat ternyaman yang pernah ku tahu.”
"Tapi aku tidak ingin membuatnya jauh hanya karena ku katakan perasaanku, lalu ia tak merasakan hal yang demikian. Setelah itu.. hubungan kami tidak akan senyaman ini lagi.” mesti tempat ini setengah gelap, tapi aku bisa melihat sorot matanya menunjukan ketakutan yang amat sangat.
“ Itu kesalahan terbesar.” Sergah Arka.
"Bila kau bersumpah menganggapnya hanya teman, iapun akan kehilangan keberanian untuk mengatakan padamu kenyamanan yang jua ia rasakan. ” Arka melirikkan matanya ke arahku sekilas.
“ menurut om, Vaad merasakan kenyamanan yang sama?” tanya Virgi polos.
“Bila tidak, ia tidak mungkin mau bersamamu setiap hari.”
“Namun bila ia mengetahui kau tak menyukainya lebih dulu, keberaniannya akan menciut. Ia akan membuka hatinya untuk para wanita cantik yang lebih segalanya darimu, lalu ia akan berusaha melupakanmu. —Berpikir ia pasti bahagia bersama wanita itu.”
“Dan kau, apa yang akan kau rasakan ketika ia menghilang dari hidupmu?” matanya mengharuskan jawaban dari Virgi. Tapi kemudian ia menyadari kalau Virgi belum merasakannya.
"Kau pasti..,”
“ Hidupmu akan hampa..” selaku.
"Lalu ketika pagi hari kau terbangun, malam-malam berlalu tanpa senyumnya, kau baru menyadari bahwa dialah hidupmu.” Ku pandangi Arka dengan sedih.
“Kau tidak akan pernah bahagia setiap mengingatnya.” Arka membalas pandanganku dengan tajam. Aku segera mengalihkannya ke Virgi.
“Percaya padaku, kau hanya akan bertahan hidup untuk orang yang kau sayangi! Bukan untuk kebahagiannmu!”
“Lalu kau tersadar, kau terjebak, Hatimu seutuhnya miliknya. Meski sudah tidak ada jalan keluar lagi bagi kalian berdua.” Lanjut Arka. Ini pasti tentang gadis bodoh itu.
“ Hmm..., sorry.., aku hanya dapat 1 minuman.” Vaad menghentikan obrolan kami. Namun Virgi berlari mendekatinya.
“ Vaad, aku menyukaimu!” katanya. Vaadpun tersenyum. “aku hanya ingin kau mengetahui itu lebih dulu.” Lanjut Virgi menimbang-nimbang tatapannya.
“are you fucking kidding me? I really really really like you!" Vaad mengeja perkata agar Virgi menyerapi ucapannya. Lalu Virgipun menarik tangannya menjauh.. entah kemana perginya mereka. Yang jelas terlihat, keduanya sudah bahagia mengetahui perasaan satu sama lain.
Arka tersenyum bahagia menemani keduanya berlalu dari hadapan kami.
“Kau tidak bisa memberikan hatimu untuk gadis bodoh itu lagi! Kau sudah memiliki Wilona.” Gumamku. Sontak kepalnya langsung bergerak ke arahku.
“Tapi aku sama bodohnya sepertinya.”
“ Arka?” tuntutku meminta penjelasan.
“Sumpah itu membuat keberanianku semakin menciut.” Suaranya bergema dalam telingaku, mengusut arti dasar yang terkandung dari kalimatnya.
“tapi perasaanku terlalu kuat untukmu, itu sebabnya ku tanyakan padamu cara mendapatkan hati gadis yang ku sukai! Lalu aku menunjukannya padamu secara tidak langsung.” Tiba-tiba saja hatiku diiris oleh benda yang lebih tajam dari pisau. Lebih tajam. Karna kejujuran itu terungkap setelah tidak ada jalan keluar untuk kami.
“ rencana itu adalah salah satu caraku untuk mengungkapkan penyiksaan bertahun-tahun dalam perasaanku. Aku berjanji pada diriku akan melingkap semuanya setelah kuliahku selesai. Tapi takdir menyebalkan itu menghampiri kita, meski seharunya aku bisa merubah polanya.” Arka menatap kejauhan sesaat, lalu menatapku dengan erat.
“ Kaulah gadis bodoh itu. Kaulah yang membuatku terjaga sepanjang malam. Kaulah gadis yang tidak menyukaiku. Kaulah gadis yang akan ku tunggu selama-lamanya.” Air mataku pecah mengaliri pipi dengan deras. Pandanganku kabur. Sekujur tubuhku gemetaran. Aku menyesali setiap detiknya ketika menjadi gadis dungu dihadapan Arka. Aku bersamanya setiap hari, Aku mengklaim diriku sebagai sahabatnya, tapi aku tidak mengerti hal terpenting yang bahkan sudah ia tunjukan selama ini. Seharunya aku tahu persisi bagaimana perasaannya.
“ Tapi kini tidak ada jalan keluar lagi. Kau menikah dengan Adam. Aku menikah dengan Wilona. Kita akan memiliki keluarga masing-masing yang bahagia.”
Kesimpulannya menyakitkan. Meskipun demikian, Arka mengusap air mataku dengan jari-jemarinya.
“ a-ku ta-hu.., ka-u a-kan ba-ha-gia.” Suaraku tersedat-sedat. Lalu iapun merengguh wajahku.
“Kau pikir kau tidak? Kau sudah memiliki malaikat mungil Adana.” Perlahan Arkapun menarik tangannya.
"Juga suami yang sudah mencintaimu.”
Sekarang jarak nya menjauh.
Seakan baru tersadar bahwa kami berada di lingkaran yang berbeda.
0 komentar