Finding shadow
Bayangan itu mendekatiku, semakin jelas dan nyata. Tapi aku melangkah mundur setiap kali ku dengar suara kakinya mendekat.
Aku mencarinya.
Memang.
Tapi dulu.
Perubahan hari-hari membangunkan ku kalau dia adalah bayangan.
Aku mencari bayangan.
Aku berjuang untuk bayangan.
Dan aku tersadar dia hanya bayangan.
Ia tidak di ciptakan untuk menjadi nyata dalam perjalanan ku.
Aku mencarinya.
Memang.
Tapi dulu.
Perubahan hari-hari membangunkan ku kalau dia adalah bayangan.
Aku mencari bayangan.
Aku berjuang untuk bayangan.
Dan aku tersadar dia hanya bayangan.
Ia tidak di ciptakan untuk menjadi nyata dalam perjalanan ku.
Aku masih disini, menatap rangkaian foto-foto lama yang masih tertempel rapi di dinding kamarku. I have no idea what was to come.
Ku alihkan mataku ke Adana yang masih setengah sadar dalam mimpinya. Beberapa kali ketika aku bermaksud melepaskan susuannya, tubuhnya bergerak. Seakan tidak ingin di tinggal sendiri. Tapi hanya di waktu ia terlelap saja aku bisa membereskan semua keperluan kami, seperti mencuci baju-bajunya, melipat pakaian mungil nya, membuatkan makan untuknya.
Aku tidak mau merepotkan Mum terlalu banyak. Aku tahu iapun sudah lelah sehabis pulang kerja.
Ku lepaskan susunannya pelan-pelan, yeah sekarang dia sudah benar-benar terlelap.
Wajah malaikatnya setiap saat membuatku bersyukur telah memilikinya. Bahkan nyaris setiap detiknya mengingatkanku tentang Arka. Hanya karena aku menyayanginya.
Wajah malaikatnya setiap saat membuatku bersyukur telah memilikinya. Bahkan nyaris setiap detiknya mengingatkanku tentang Arka. Hanya karena aku menyayanginya.
Aku mulai bergerak meninggalkan Adana dan menuju dapur, aku lupa kalau sudah tidak ada buah-buahan di kulkas. Padahal Adana sudah mulai suka makan. Aku setengah bingung, untungnya masih ada 3 juga apel di meja makan. Aku segera mencari wadah, lalu mengupasnya , dan memotongnya kecil-kecil untuk di haluskan nantinya.
Aki jadi teringat lily. Dia selalu mengomel setiap kali aku memakan apel dengan di gigit. Yeah padahal selera orang kan masing2. Hmm😄 sekarang ia sudah sibuk dengan anak laki-laki nya yang di beri nama Haytham, perpaduan Lily dan Ridwan.
Knock Knock Knock
Ku tengok jam di dinding yang masih menunjukan jam 10 pagi, suara ketukan itu mengejutkan ku.
Ini bukan jam pulang keluarga ku. Mum biasanya pulang jam 12 untuk istirahat. Vaad dan Virgi biasanya jam 1. Itupun kalo tidak mengunjungi Mum diperpustakaan. Sedangkan Adam jam makan siangnya sama seperti Mum, setiap hari ia menyinggahi Mum sebelum pulang. Kecuali ada panggilan darurat di rumah , seperti dulu ketika aku masih mengandung Adana, dia sering membuat ku sakit perut, jadi adam pun lebih sering pulang.
Apa mungkin Adam? Hmm i don't think so. meski ia bossnya ia orang yang tidak suka mengkorupsi waktu. Ia memanfaatkan waktunya dengan baik. Antara jam kerja, jam santai, atau jam bermain. Jadi bila ia sudah dirumah, ia benar-benar ingin terlepas dari yang namanya pekerjaan. Dan bila ia di kantor, iapun tak ingin diganggu aku atau Adana. (Kecuali yang penting-penting)
Ku tengok jam di dinding yang masih menunjukan jam 10 pagi, suara ketukan itu mengejutkan ku.
Ini bukan jam pulang keluarga ku. Mum biasanya pulang jam 12 untuk istirahat. Vaad dan Virgi biasanya jam 1. Itupun kalo tidak mengunjungi Mum diperpustakaan. Sedangkan Adam jam makan siangnya sama seperti Mum, setiap hari ia menyinggahi Mum sebelum pulang. Kecuali ada panggilan darurat di rumah , seperti dulu ketika aku masih mengandung Adana, dia sering membuat ku sakit perut, jadi adam pun lebih sering pulang.
Apa mungkin Adam? Hmm i don't think so. meski ia bossnya ia orang yang tidak suka mengkorupsi waktu. Ia memanfaatkan waktunya dengan baik. Antara jam kerja, jam santai, atau jam bermain. Jadi bila ia sudah dirumah, ia benar-benar ingin terlepas dari yang namanya pekerjaan. Dan bila ia di kantor, iapun tak ingin diganggu aku atau Adana. (Kecuali yang penting-penting)
Akupun berjalan secepat mungkin untuk membukakan pintu.
Alangkah terkejutnya aku,😱😱😱 aku dikagetkan oleh sosok pria yang sudah memiliki kumis tipis di atas bibinya. Arka.
Apa itu memang dia?
Dia telihat berbeda, dia lebih.. dia terlihat seperti seorang pria. Bukan lagi anak laki-laki.
Alangkah terkejutnya aku,😱😱😱 aku dikagetkan oleh sosok pria yang sudah memiliki kumis tipis di atas bibinya. Arka.
Apa itu memang dia?
Dia telihat berbeda, dia lebih.. dia terlihat seperti seorang pria. Bukan lagi anak laki-laki.
“ Ka-u pu-lang?” aku mulai gugup. Bibir ku gemetaran.
Arka tersenyum, tapi tidak terlihat seperti biasanya. Aku tidak melihat 'aku bahagia' dalam tatapannya.
“ ku pikir sebulan lagi.” sesalku. Aku masih memusatkan perhatianku pada mata Arka yang pilu.
“ Aku pulang untukmu..” tagasnya tersenyum palsu. Aku gelisah, bingung, sedih, gugup, senang.., 😱😩😨😦😲😭😫🙇😃 Untuk pertama kalinya aku merasa seperti ini didepan Arka.
“ kalau begitu ayo jalan-jalan..” Aku memaksa diriku keluar dari pintu. Lalu berniat menutupnya, tapi Arka mengangkat tangan kananya untuk mencegahku.
“ aku merindukan rumahmu.” Serunya sembari mendorong pintu. Lalu iapun nyelonong masuk tanpa menunggu tuan rumah mempersilahkan.
Arka terus melangkah bahkan mulai menaiki tangga.. barangkali tujuannya ke kamarku. Oh jangan! Bisa-bisa ia langsung menemukan Adana tanpa sempat ku jelaskan yang sebenarnya. Ku tarik tangan Arka dengan kuat, lalu mengajaknya ke dapur.
“ Aku akan membuatkan sesuatu untukmu..” itu hanya alasan. “ kau pasti lelah karna penerbangan tadi.” Aku mulai panik. Kata berhamburan dalam pikiranku.
“ kau terlihat stress.” Mendadak Arka bersuara. Aku menoleh sekilas lalu menggeleng. Ku lepaskan tangan Arka. Meninggalkannya mengamati sekeliling dapur —Bingung. Lalu ketika ku lihat gelas putih di meja makan, akupun baru teringat bahwa aku akan membuatkannya sesuatu. Akupun mendekati meja, mencurahkan air putih ke gelas tersebut. Aku berniat memberikannya pada Arka, namun ketika aku menolehnya sekilas. Tatapan mata nya menakutkan. Seakan akan ada persidangan sengit yang akan menjauhkan ku selamanya dari nya. Dan aku takut kalau itu yang akan terjadi.
Hal itupun mengundang rasa hausku. Lalu tanpa tersadar meminum segelas air yang ku genggam.
“ potongan apel itu untuk siapa?” Aku menoleh, dan kini matanya sudah beralih ke meja.
“sejak kapan kau suka menghaluskan apel?” lanjutnya dengan tatapan penuh kecurigaan.
“ iseng-iseng!” jawabku singkat. Lalu membalikkan badan menuju wastafel. Kemudian mencuci beberapa piring yang masih menumpuk bekas sarapan pagi.
Hening menyihir. Kemudian hanya terdengar suara sponge yang digosokkan ke piring. Akupun penasaran apa yang sedang Arka lakukan? Ku lihat ia masih menatapku. Hal itu membuatku semakin gugup tak terkendali.
“ Bagimana bisa kau masih kurus seperti ini? sedangkan para Ibu-ibu sehabis melahirkan badannya membesar?” Aku senang mendengar suaranya. Wuh 🙌🙌🙌akhirnya.
"Kau tahukan badanku tidak bisa lebih besar dari ini..” Jawabku secepat kilat. Tunggu.. apa? tadi dia bilang ‘para ibu-ibu sehabis melahirkan’? berarti dia.. “Jadi kau tahu aku.. ” Aku menoleh ke Arka dengan sedih sembari mencuci tangan bekas sabun cuci piring.
Arka mengangguk. “Bagaiman kau..” Aku bingung. Lalu memusatkan pandanganku pada Arka seutuhnya. Lalu ku sadari bahwa tangannya memegang sepatu mungil Adana yang Vaad dan Virgi berikan tadi malam. Aku belum sempat membereskannya. Pasti masih ada banyak sepatu yang bercecer di sofa. Vaad dan Virgi menabung berminggu-minggu hanya untuk membelikan sepatu berwarna-warni untuk Adana.
“Riri Riana.. dia mengirimiku foto bayi seelok malaikat." Arka mengalihkan pandangannya. "Ku pikir anaknya!" Tatapannya ke arah ku dan menggeleng.
"Aku 100% tidak mempercayainya. Tapi ketika orangtua ku berkata 'iya' aku langsung memutuskan pulang.” Arka menatap sepatu Adana sembari memainkannya.
Ugh😵😵😵
Aku tidak tahu harus bagaimana.
“ Bagaiman bisa kau..” Kepalanya bergerak menetapkan matanya memandangku. Aku gemetaran. “kenapa kau tidak memberitahuku?” tuntutnya.
“ Aku ingin memberitahumu! tapi..” Aku tidakk punya alasan yang jelas.. bahkan sulit untuk ku katakan alasan sebenarnya yang takut mengganggunya. Namun kenyataannya aku tidak ingin dia tahu. Aku tak ingin dia menganggapku orang asing; seorang Ibu, seorang istri, atau seorang yang sudah dimiliki orang lain.
Hal itupun membuatku begitu gugup, menjadi anak kecil. Memegangi tepian kain kaos yang ku pakai, dengan kedua tanganku.
“ tapi apa?” ia masih mengharuskannya menjawab.
Aku memberanikan diri menatapnya.
“ Aku bahkan tidak mengenal diriku lagi.” Gumamku.
Arka membalas tatapanku dengan tajam. Bahkan detik-detik berlalu, kami seakan berbicara lewat tatapan mata.
"Apa kau..” aku masih tegang. Lalu menelan ludahku. “kau ingin melihat.. Malaikat mungil itu?” tanyaku ragu-ragu sembari menunjuk ke sembarang tempat yang bisa di arahkan ke atas dan barat.
Arka hanya melebarkan bibirnya. Ku artikan hal itu sebagai setuju. Lalu aku berjalan ragu-ragu lewat sebelahnya. Sesekali ku tengok belakang, melihat Arka. Aku hanya takut ia tak mengikuti langkahku. Padahal suara kakinya terdengar jelas dari lantai kayu yang ia lewati.
Sesampai dikamarku yang terbuka lebar, aku berjalan secepat mungkin menengok keadaan Adana. Lalu duduk diujung tempat tidur, menatap wajahnya yang mungil, bersih, jernih, dan bercahaya. Aku memandanginya penuh rasa syukur. Meski iapun salah satu penyebab yang akan merenggangkan hubunganku dengan Arka.
Bahkan untuk detik ini —Arka terlihat enggan masuk. Ia masih terpaku ditengah pintu. Memandangi Adana dari jauh.
Bahkan untuk detik ini —Arka terlihat enggan masuk. Ia masih terpaku ditengah pintu. Memandangi Adana dari jauh.
“ Lihat dia.. dia mengubah kehidupanku.” Suaraku perlahan membuat Arka bergerak, Lalu duduk disebelah Adana. Tiba-tiba ia tersenyum manis menatap Adana. Lalu menatapku kembali.
“ Dia secantik dirimu.” Pujinya.
“ seperti yang pernah kau katakan, putriku akan secantik diriku.” Aku membuatnya menunjukan lesung pipitnya. Betapa lamanya aku tak melihat keindahan senyum itu? Aku sungguh merindukannya.
“ Malaikat inilah yang membuatku terbangun setiap malam, bahkan tak mengenal lagi bagaimana rasanya lelah.” Arka tertawa meski kesedihan masih menetap dalam pandangannya.
“ Aku nyaris tak mengingat apapun selain dirinya.. bahkan mimpiku.” aku mulai mengeluh , dan sepertinya Arka hafal betul kalau aki memang sering mengeluh padanya tentang semuanya.
“ Aku nyaris tak mengingat apapun selain dirinya.. bahkan mimpiku.” aku mulai mengeluh , dan sepertinya Arka hafal betul kalau aki memang sering mengeluh padanya tentang semuanya.
“ bagaimana kuliahmu?”
“ aku sudah tidak kuliah lagi.”
“ kenapa?” dengan cepat matanya berubah garang.
“ nilaiku selalu E. Aku hanya menghabiskan uang Mum.”
“ bukan berarti kau harus berhenti kuliah! Kau hanya harus lebih fokus.” Suaranya kaku. Bernada tinggi. Terdengar benar-benar aku telah membuatnya kecewa.
Aku setengah tertawa, aku hanya senang dia masih bersikap marah untuk sesuatu pilihan ku yang salah. Itu berarti ia masih peduli padaku.
“ ya.. tapi seluruh pikiranku kini hanya diisi oleh bayi mungil ini.”
“ Jadi siapa namanya?” Tangan Arka mulai mengelus pipi merona Adana yang masih terlelap.
“ Adana..” sontak nama itu membuat pergerakan tangan Arka berhenti, Lalu memandangku.
“ A dan A?” Arka mengeja perkata dengan mata tercengang.
“ ya. A-D-A-N-A.” jawabku sembari menyentuh kalung pemberinya yang masih ku pakai hingga kini. “ Arka hadir dalam pikiranku lebih sering ketika itu.” Itu kebenaran yang ku tahan selama ini.
Parka menatapku, dan masih belum memberi respon. Aku tidak kau terjatuh terlalu jauh dalam pembicaraan kami, bagaimana pun aku seorang istri dan ibu. Tapi ketika aku menatap Adana.., “ Dia mengingatkanku lebih banyak tentang dirimu, dari pada Ayah biologisnya.”
Arkapun tersenyum lalu mengelus tangan mungil Adana.
Parka menatapku, dan masih belum memberi respon. Aku tidak kau terjatuh terlalu jauh dalam pembicaraan kami, bagaimana pun aku seorang istri dan ibu. Tapi ketika aku menatap Adana.., “ Dia mengingatkanku lebih banyak tentang dirimu, dari pada Ayah biologisnya.”
Arkapun tersenyum lalu mengelus tangan mungil Adana.
“ Kalau begitu.. Bolehkan aku menjadi Ayah pelindung mimpinya?” ia memandangku penuh harapan.
“itu ide yang bagus.” Aku mengangguk. Arka masih memandangku, meleburkan senyum manisnya.
“siapa suamimu?”
“ Adam Fatih.”
Arka mengangguk.
“ Ouh, itu sebabnya nama putrimu Adana? Adam dan Arzalea?!” Gumam Arka.
“ Ouh, itu sebabnya nama putrimu Adana? Adam dan Arzalea?!” Gumam Arka.
“ aku bermaksud Arka dan Arzalea.” Bantahku membuatnya menggeleng. Seakan iapun tak terima kalau Adana adalah perpaduan aku dan dirinya. Tentu akupun sedih.
“ oh ya, Adam lebih tua dari kita 5 tahun.” Ku alihkan perasaan konyol itu dengan topik lain. “itu dirinya..” ku tunjuk bingkai foto di meja sebelah Arka. Iapun segera menengok ke meja yang berisi lampu duduk itu. Seharunya fotoku dan Arka. Tapi sekarang sudah diganti oleh foto pernikahanku dan Adam. Juga beberapa foto lainnya yang menunjukan kebersamaan kami. Adam menambahkan foto-foto tersebut ketika merasa ganjil kamarku dipenuhi foto Arka.
“ oh ya, Adam lebih tua dari kita 5 tahun.” Ku alihkan perasaan konyol itu dengan topik lain. “itu dirinya..” ku tunjuk bingkai foto di meja sebelah Arka. Iapun segera menengok ke meja yang berisi lampu duduk itu. Seharunya fotoku dan Arka. Tapi sekarang sudah diganti oleh foto pernikahanku dan Adam. Juga beberapa foto lainnya yang menunjukan kebersamaan kami. Adam menambahkan foto-foto tersebut ketika merasa ganjil kamarku dipenuhi foto Arka.
Arkapun mengambil bingkai foto kecil tersebut, lalu memandangi foto kami berdua. “ jangan bilang kau menikahinya karna jenggot tipisnya.” Gurauan itupun membuatku setengah tertawa. Lalu Arka mengembalikan foto tersebut. Dan ia terdiam Memandang foto kami yang lain.
“ Kau pasti berpikir, gayanya seperti orang zaman dulu!” tebakku. Arka menggeleng bingung. Oh entahlah Mungkin sebutan itu hanya keluar dari pemikiran orang di restauran tempo hati.
“ beruntung anakku perempuan.. dia seutuhnya mirip denganku. Aku tidak bisa membayangkan bila dia laki-laki, pastinya dia akan mengingatkanku seutuhnya tentang Adam.” Arka terkekeh, mencoba menikmati lelucon yang ku buat, tapi tetap saja rasanya tidak seperti dulu. Seakan akan kini ada batas di antara kami.
“ Kau pasti berpikir, gayanya seperti orang zaman dulu!” tebakku. Arka menggeleng bingung. Oh entahlah Mungkin sebutan itu hanya keluar dari pemikiran orang di restauran tempo hati.
“ beruntung anakku perempuan.. dia seutuhnya mirip denganku. Aku tidak bisa membayangkan bila dia laki-laki, pastinya dia akan mengingatkanku seutuhnya tentang Adam.” Arka terkekeh, mencoba menikmati lelucon yang ku buat, tapi tetap saja rasanya tidak seperti dulu. Seakan akan kini ada batas di antara kami.
Suara tawa menghilang dengan cepat, dan merubah keadan menjadi canggung.
Arka mengalihkan matanya ke dinding yang masih dipenuhi foto-foto lama kami.
Arka mengalihkan matanya ke dinding yang masih dipenuhi foto-foto lama kami.
“ Tidak ada yang berubah disini.. Fotoku masih pada tempatnya.” Matanya melirikku sekilas.
“ Seakan-akan secara tersirat kau ingin memperkenalkanku sebagai Ayah Adana.” Lanjutnya.
“ Seakan-akan secara tersirat kau ingin memperkenalkanku sebagai Ayah Adana.” Lanjutnya.
“ kau Ayah pelindung mimpinya.” timpalnya. Iapun tersenyum sekilas, lalu memandangiku begitu lama. Bahkan hingga aku nyaris ingin mendekapnya dan mengungkapkan kebenaran perasaanku.
“ Apa kau mencintainya?" Pertanyaannya di luar batas pikiranku.
Aku bingung. “ aku tidak tahu.” Rasanya sedih sekali mendengarnya bertanya semacam itu. Bukannya seharusnya dia tahu kalau aku hanya mencintainya.
Tapi bukan seperti itu dunia kami berjalan.
Aku mendengus.
Aku mentertawakan takdir kami yang tak karuan.
Tapi bukan seperti itu dunia kami berjalan.
Aku mendengus.
Aku mentertawakan takdir kami yang tak karuan.
“ Hari itu semua hal berjalan sama. seperti kebiasaan ku , aku selalu berusaha ramah pada siapapun hanya karena aku di tinggal sahabatku kuliah. Lalu aku memutuskan membela orang yang dihina hanya karna gaya berpakaiannya, tapi sehari setelahnya.. seorang saudagar kaya melamarku. Aku tak mengenalnya dengan baik, bahkan namanya saja aku tidak tahu." Aku tertawa, dab Arka masih menyimak.
"Tapi aku baru menyadari bahwa sebuah bunga akan segera layu, dan setelah itu.. tidak akan ada yang mau mencium aromanya. Jadi ku putuskan mengizinkan Adam mengambil bunga tersebut, apalagi ia bersedia membayarkan hutang-hutang ayahku. Akhirnya kami menikah, lalu Adam membuatku memiliki malaikat mungil yang seutuhnya menyita pikiranku.” Aku memberi jeda untuk menelan ludah. Meski pandanganku tak pernah lekang sedikitpun dari mata Arka yang melakukan hal sama.
"Tapi aku baru menyadari bahwa sebuah bunga akan segera layu, dan setelah itu.. tidak akan ada yang mau mencium aromanya. Jadi ku putuskan mengizinkan Adam mengambil bunga tersebut, apalagi ia bersedia membayarkan hutang-hutang ayahku. Akhirnya kami menikah, lalu Adam membuatku memiliki malaikat mungil yang seutuhnya menyita pikiranku.” Aku memberi jeda untuk menelan ludah. Meski pandanganku tak pernah lekang sedikitpun dari mata Arka yang melakukan hal sama.
“Apa itu bisa dikatakan aku mencintainya?” tanyaku menggerakkan pipi Arka menunjukan lesung pipitnya.
Dan dipandang nya mataku lagi lagi melebihi batas normal seharusnya.
“ bila itu sebabnya.. Akupun bersedia mengambil bunga itu. Lalu membayarkan hutang Ayahmu.. ”
“ bila itu sebabnya.. Akupun bersedia mengambil bunga itu. Lalu membayarkan hutang Ayahmu.. ”
“ tapi kau tidak pernah menawarkannya.” Sahutku membuat matanya menatap ke bawah sekilas.
“ bila aku melakukannya.. apa kau akan menikahiku?”
“ tentu!" Tegasku. Bahkan bila kau hanya bilang 'aku mencintaimu' aku tidak akan pernah menikahi siapapun selain dirimu. Karena aku tahu setelah kau berkata mencintaiku , aku akan memperjuangkan apapun untuk kebahagiaan kita.
" tapi faktanya kau tidak memberiku pilihan itu.” Aku menggeleng dengan menyesal.
" tapi faktanya kau tidak memberiku pilihan itu.” Aku menggeleng dengan menyesal.
“ Ku harap aku bisa membalikan waktuku ke masa itu.” Keluhnya. Tentu akupun berharap. Tapi tak ada lagi yang bisa merubah jalan takdir menyebalkan ini. Tidak aku.. tidak jua Arka. Kami terjebak dalam cahaya yang tersesat.
Keadaan ini terasa begitu canggung. Tidak satupun dari kami yang berniat berpaling mengakhiri tatapan yang setiap detiknya seakan menusuk-nusuk dadaku, menciptakan melodi-melodi lembut yang mengguncang. Segalanya tentang perasaanku yang menggebu —bangkit. Semakin tak terkontrol.
“ Oh ya.. Vaad membuatkan sesuatu untukmu.” Akupun memalingkan pandanganku, lalu berjalan mendekati meja lampu duduk disampingnya, mengambilkan lukisan Vaad yang berjudul ‘Malaikat Pelindung’ Lalu aku duduk disampingnya.
“ Vaad bilang kau ingin menjadi malaikat pelindung ku.” Kataku membuatnya tersenyum. Lalu iapun membuka lembar-lembaran buku lukisan Vaad. Sesekali iapun tersenyum sendiri, bahkan tertawa.
“ Dia pikir kita akan menikah. Itu sebabnya dia membuat hadiah seperti itu untuk kita.”
“ Dia pikir kita akan menikah. Itu sebabnya dia membuat hadiah seperti itu untuk kita.”
“ kita menikah disini.” Kata Arka menunjukan buku buatan Vaad. “ ini benar-benar mengangumkan.” Lanjutnya.
Tak lama ku dengar suara tak jelas, lalu ke tengok Adana. Rupanya ia terbangun. Tapi ia tak menangis. Ia malah penasaran dengan Arka. Lalu Arkapun mencium kening Adana.
“ Hei.. kau sudah bangun?” sapa Arka. Lalu ia mengelus Adana. Itulah mimpiku yang lain. Melihat seorang malaikat mungil bersama Arka.
“ Hei.. kau sudah bangun?” sapa Arka. Lalu ia mengelus Adana. Itulah mimpiku yang lain. Melihat seorang malaikat mungil bersama Arka.
“ Bolehkan aku.. ” tanya Arka dengan ragu menunjuk Adana. Lalu iapun mengangkat Adana, Menggendongnya.
Aku pernah membayangkan ini dalam hidupku. Bayangan.
Menurutku, Hidupku akan lengkap bersama Arka bila Arka suamiku.
Aku pernah membayangkan ini dalam hidupku. Bayangan.
Menurutku, Hidupku akan lengkap bersama Arka bila Arka suamiku.
Adana tertawa, lalu iapun mewek.
“ Ku rasa ia haus.” Kataku mengambil alih Adana. Tapi Arka masih disampingku mengelus pipi Adana.
“ Aku mau.. hmm.. ” Entahlah bagaimana cara mengatakan pada Arka bahwa aku harus menyusui Adana, dan sebaiknya Arka tak disampingku, melihat bagian tubuhku yang tertutupi. Tapi Arka tak mengerti. “Aku akan membuka bagian tubuhku yang seharusnya tak dilihat orang lain selain suamiku.”
“ Ku rasa ia haus.” Kataku mengambil alih Adana. Tapi Arka masih disampingku mengelus pipi Adana.
“ Aku mau.. hmm.. ” Entahlah bagaimana cara mengatakan pada Arka bahwa aku harus menyusui Adana, dan sebaiknya Arka tak disampingku, melihat bagian tubuhku yang tertutupi. Tapi Arka tak mengerti. “Aku akan membuka bagian tubuhku yang seharusnya tak dilihat orang lain selain suamiku.”
“ ooh ya..” Tiba-tiba Arka teringat. “ Maaf.. Aku lupa.” Katanya berdiri. Lalu meninggalkan kamarku.
Ku lihat dari kamar, langkahnya menuju beranda. Dan terhenti ditempat itu sembari mencengkram erat penyangga pagar. Lalu ia terdiam beberapa saat, barangkali pikirannya melayang jauh. Mengingat, atau memikirkan sesuatu.
Setelah beberapa menit Adana tertidur, akupun mendekati Arka.
“ huh, angin nya sejuk sekali.” sapaku membangunkan lamunannya.
“ huh, angin nya sejuk sekali.” sapaku membangunkan lamunannya.
“ Adana dimana?” tanyanya.
“ dia tidur lagi.”
“ tidur lagi?” Arka heran, Lalu tertawa. “ Mereka hanya tidur, minum susu, dan tidur.. betapa nyamannya menjadi bayi.” Keluh Arka membuatku tertawa kecil.
“ Tapi sayangnya mereka tak bisa mengambil apa yang mereka sukai sendirian.” Arka menyetujui pendapatku dengan anggukan. Lalu mengalihkan pandangannya kembali ke kejauhan.
Kami terdiam, sama-sama memikirkan sesuatu yang mungkin hanya bisa lami pikirkan.
Dan aku lelah oleh keadaan ini.
Dan aku lelah oleh keadaan ini.
“ Ku pikir dengan tidak memberitahumu..” Aku memulai ucapan serius, mata Arkapun bergerak ke arahku dengan was-was.
" setidaknya masih ada seseorang yang mengenalku sebagai aku. Arzalea yang memiliki mimpi. Bukan orang asing ini.. yang bahkan tak mengenal siapa dirinya lagi.”
Keluhanku nampaknya sudah sampai ke otaknya sebelum ku lontarkan ucapan itu. Nyatanya sedari kedatangnya, ia menunjukan tatapan gelisah. Dan tatapan menyakitkan itu tetap ketara. Meski beberapa kali ia berusaha menutupi dengan senyuman yang menciptakan lesung pipit. Ia tahu aku menyukai kerutan itu. Itu sebabnya ia menunjukannya, hanya untuk menghiburku.
" setidaknya masih ada seseorang yang mengenalku sebagai aku. Arzalea yang memiliki mimpi. Bukan orang asing ini.. yang bahkan tak mengenal siapa dirinya lagi.”
Keluhanku nampaknya sudah sampai ke otaknya sebelum ku lontarkan ucapan itu. Nyatanya sedari kedatangnya, ia menunjukan tatapan gelisah. Dan tatapan menyakitkan itu tetap ketara. Meski beberapa kali ia berusaha menutupi dengan senyuman yang menciptakan lesung pipit. Ia tahu aku menyukai kerutan itu. Itu sebabnya ia menunjukannya, hanya untuk menghiburku.
“ ku kira mimpiku akan selalu hidup bersama rencana kita yang kau perjuangkan.” Air mata menggenang disudut mataku. Aku tak menyadarinya sejak kapan, yang aku tahu kini air itu telah mengaburkan pandanganku ke Arka. Iapun bergegas menghapusnya dengan menempelkan bibirnya ke kening ku. Rasanya menenangkan sekali, meski berlalu begitu cepat.
Arka merengguh wajahku “Mimpimu aman bersamaku!” Tegasnya. Lalu menarikku ke dadanya. Isakan itupun mulai teredam kaos Arka.
“aku ingin kau tahu bahwa aku selalu ada untukmu.” Bisiknya tiba-tiba. Ku lingkarkan tangan ku ke punggungnya seerat mungkin. Ku harap ini selamanya, namun seharusnya aku ingat siapa diriku. Dan hal itupun tiba-tiba membuat Arka menggerakan tubuhnya dengan canggung, menarik diri dari pelukan yang ku rindukan dua tahun ini. Aku mendongkak melihat wajahnya; gugup, gelisah, sedih, lalu tersadar aku bukan lah gadisnya yang dulu.
Matanya beralih pilu..,
“aku ingin kau tahu bahwa aku selalu ada untukmu.” Bisiknya tiba-tiba. Ku lingkarkan tangan ku ke punggungnya seerat mungkin. Ku harap ini selamanya, namun seharusnya aku ingat siapa diriku. Dan hal itupun tiba-tiba membuat Arka menggerakan tubuhnya dengan canggung, menarik diri dari pelukan yang ku rindukan dua tahun ini. Aku mendongkak melihat wajahnya; gugup, gelisah, sedih, lalu tersadar aku bukan lah gadisnya yang dulu.
Matanya beralih pilu..,
Beberap kata muncul bergantian, dan mengobrak abrik kebenaran.
Aku tahu ini bukan hal yang sepantasnya di lakukan. Tapi setidaknya ada ucapan selamat tinggal untuk menghilang.
Aku tahu ini bukan hal yang sepantasnya di lakukan. Tapi setidaknya ada ucapan selamat tinggal untuk menghilang.
Tags:
Tertanda
0 komentar