Akan jadinya bunga layu
Aku tak tahu bagaimana dunia berjalan disisi lain.. Hanya sehari setelah kejadian itu. Sepulangnya aku dari Restoran.. Ada mobil bentuk lama yang mengkilat begitu mewah terpampang di depan rumahku. Entah siapa pemiliknya.. nampaknya bukan orang yang biasa mengunjung rumahku.
Aku berusaha memeras otak, mengingat-ingat kemungkinan pemiliknya.. bisa saja adik iparku, Ridwan. Tapi ia tak memakai mobil tua. Meski bila dipikirkan dari urutan-urutannya, mungkin saja. Karna Ayah Ridwan pengoleksi mobil-mobil tua.
Akupun bergegas masuk.. berharap Ridwan dan Lily yang berkunjung. Sudah terlalu lama aku tak melihat mereka. Bahkan kini kabarnya Lily telah mengandung buah cinta mereka. Woho.. Bagaimana bisa dunia berjalan bergitu cepatnya? Lily menikah, lalu tak lama lagi akan memilki anak. Bagaimana bisa? Terkadang masih ku pikirkan dengan was-was bagai sebuah mimpi indah.. yang ku harapkan akan berakhir semulus dan sebaik itu pada kenyatannya. tapi semua ini berwujud. bukan salah satu dari bunga tidurku.
“ Itu Arzaleanya..” Mum berkata ketika menatapku lewat pintu yang terbuka lebar. Namun pandangannya ganas, menunjukan kemarahan yang amat sangat.
Iapun buru-buru beranjak dari tempat duduknya untuk mendekatiku yang masih diluar pintu,
“ Jelaskan pada Mum kenapa kau bekerja, bukannya kuliah?” pekiknya menakutkan. Lalu ia mengalihkan pandangannya ke samping kirinya. Secara ajaibnya, mengubah wajah garangnya pada senyuman malaiakt.
“ Atau barangkali kau bisa menjelaskannya nanti.” Lanjutnya dengan suara datar.
Iapun menarik tanganku.. Lalu kami melewati pintu rumah. dan akupun terbelalak ketika melihat dua orang yang duduk disofa samping kanan.
Aku disuguhkan oleh pemandangan yang kurang dapat diterima pikiranku. Bahkan membayangkannya saja tidak pernah.
Pria jadul yang ku bela kemarin duduk berdekatan dengan boss pelit dari restoran tempatku berkerja.
Senyum-senyum mulai merekah ketika menatapku. Begitupun dengan Mum. Aku tak mengerti sama sekali mengapa Mum sudah ada dirumah? Seharunya masih diperpustakaan sampai pukul 5.
Sungguh ini hari yang mengejutkan.
Mum tak menunggu kekagetanku lenyap, ia langsung duduk di sofa.
“Duduklah sayang..” Mum berkata sembari menepuk sofa disampingnya. Seakan menunjukanku bahwa ia telah memberiku ruang disofa yang sama.
Aku mengangguk seraya melangkah mendekatinya. Lalu duduk disampingnya.
“ Ini Ibu Mawar.. kau pasti mengenalnya?” Mum menunjuk ke Boss pelit yang duduk didepanku. Lalu Mum pun menunjuk pria jadul disampingnya.
“ yang ini Adam Fatih.” Lanjut Mum. Aku hanya merespon dengan anggukan bingung. Pikiranku menerawang pada mata-mata ceria yang ku temui.
“ Sebenarnya kedatanganku kemari untuk mewakili Adam melamarmu.” Dari lenggak lenggok suaranya.. Bu Mawar tak terlihat bercanda. Tapi bagaimana bisa Adam yang baru sekali mengobrol denganku ingin melamarku? Bahkan aku baru tahu jikalau Ibu Mawar itu Ibunda dari Adam.
“ Kau mesti bercanda.. Kami bahkan tidak saling mengenal.” Jawabku terburu-buru. Membuat tangan Mum melayang memukul punggung tanganku.
“ Kalian bisa saling mengenal setelah menikah.” Sahut Mawar.
“ Tidak mungkin..” aku menggeleng penuh penolakan.
“ Bagaimana bila akhirnya kami tidak cocok? Apa kami bisa memutuskan pernikahan itu tiba-tiba?" Semua mata tertuju padaku. " Tidak!" bentakku mengagetkan. " Tentu kami akan melewati banyak proses! Dan ku pikir itu tidak akan berjalan baik..” aku nyerocos menjelaskan yang ada dipikiranku tanpa membiarkan satupun menyelanya.
“ Kau bahkan membelaku kemarin.” Respon Adam.
“ Ya.. Tapi itu hanya berarti.. maksudku.. aku..” kata berhamburan berbenturan dengan dinding otakku. Lalu akupun menghela nafas memusatkan perhatianku ke Adam.
“ Menurutku, tdak boleh satu orangpun diperlakukan tidak adil hanya karna gaya berpakaiannya. Kita memiliki hak untuk melakukan apa yang kita sukai.” Ku ucapkan lambat-lambat.
“ Itulah maksudku!” sahut Adam.
“ Kau menghargai keputusan orang lain! Itu berarti kau berkemungkinan besar akan cocok denganku. Karna kau mesti menghargai keputusanku!” iapun memperpelan ucapannya agar aku menyimak dengan baik, dan meresapi maksudnya.
Beberapa detikpun berlalu dengan sunyi. Mata Adam menembus pandanganku. “ Aku mencari seseorang sepertimu seumur hidupku.. seseorang yang bisa memahami keinginanku bukan karna uang yang ku miliki.” Terlalu lama tatapan itu tertuju padaku, hingga seakan rasanya ia tengah meyakinkan jiwaku yang tengah ditinggal Arka. Meski demikian.. tatapan itu tak mampu mengalihkan pandangan tajam Arka. Tidak sedikitpun.
“ Tapi kau tidak mencintaiku.. bagaimana bisa kita akan menikah?” aku memandang matanya penuh pertanyaan. Bahkan tidak bisa meyakini diriku walau hanya dalam bayanganku saja.
“ Aku tak bisa menerima lamaran ini begitu saja..” mataku masih terfokus kepadanya. berharap iapun mengerti bahwa hatiku sudah dimiliki.
“ Aku tidak bisa.. ” Ku eja kalimatku nyaris seperti melafalkan huruf. Tapi sekali lagi Mum menepuk punggung tanganku.
“ Ku rasa maksud Arzalea adalah.. Dia ingin memikirkannya dulu.” Tiba-tiba Mum membuat kesimpulan.
“ Begitulah seorang gadis.. Arzalea orang yang tidak bisa menerima kenyataan dengan mendadak. Ia mesti masih syok mendengar lamaranmu..” itu bukan alasan yang tepat. Aku menolak lamarannya karena aku tidak mencintainya. Tentu saja aku pernah mendengar pribahasa yang mengatakan Rasa cinta timbul karena kebiasaan. Tapi aku tidak bisa meyakini itu. Seutuhnya jiwaku mengharapkan kehadiran Arka setiap detiknya.
“Ya.. Aku sependapat dengan ibu.” Adam memutuskan terlalu cepat. Padahal sudah jelas aku menolaknya.
“ jadi berapa lama?” Sepertinya Adam masih berharap. Membuat Mum menatapku menuntut jawaban. Tapi aku tidak bisa menjawab.
“ seminggu?” lanjut Adam. Aku menggeleng dengan penolakan.
“ Aku.. aku..” aku kehilangan kata.
“ Mohon maaf sebelumnya.. Sebaiknya kalian pulang.. Arzalea mungkin sedang berusaha memikirkan keputusannya.” Mum dengan suara lembutnya mengusir Adam dan Boss Mawar secara tidak langsung. Lalu merekapun meninggalkan rumahku dengan mobil mewahnya.
dan cepat sekali, mobil kuno yang mengkilat mewah tersebut.. yang belum sempat teridentifikasi oleh kepalaku itu lenyap diujung jalan.
Mata Mum masih menatap ujung jalan. aku yakin bukan Adam yang ia pikirkan. dari pancaran matanya yang berkilau sepertinya ia tengah berimajinasi membayangkan anak gadisnya mendapatkan kebahagiaan.
“ Mum.." panggilku membuatnya menoleh.
"Aku bahkan tidak tahu makanan kesukaannya, jam berapa dia bangun? apa mimpinya? bagaimana kesehariannya..” Sebagian suaraku tertahan dimulut.
“ Aku tak tahu apapun tentang dia Mum" Mum memfokuskan matanya padaku.Tapi aku takut oleh mata berbinar-binarnya. oleh sebab itu aku kembali menatap rumah Arka.
"Bagaimana bisa dia melamarku?”
Sekali lagi pikiranku dibawa pada lelaki yang tidak bisa ku pastikan akan menjadimasa depanku tersebut. Lalu malah membuatku berfantasi akan kehidupanku bila keberuntungan bisa Tuhan tempel di belakang punnggungku.. semacam sayap yang diberikan untuk para malaikat.
Ku harap Arka yang melamarku.. tapi aku langsung tersadar aku tengah berharap.
Aku baru siuman dari lamunanku. eh dari tadi Mum belum bersuara. karena aku penasaran oleh mimiknya.. akupun memeriksa wajahnya dengan menggeser pandnaganku.
Mata coklatnya yang jernih dan penuh ketulusan membut bibirku tertarik melebar. Lalu senyum mengembang darinya
“ Bagaimana bisa dua orang asing memutuskan menikah.. Untuk hidup bersama dalam waktu yang sangat panjang, memiliki anak-anak yang nakal, setiap hari bertemu, mengetahui keburukan dan sifat menyebalkannya, menghadapai keegoisannya ketika ia lelah.. Lalu tertidur disampingnya.. ketika ia benar-benar menjadi dirinya.. tanpa ada yang tertutupi.” Aku kembali melamukan masa depan.
“ Bagaimana bisa aku mempertahankan itu tanpa cinta, Mum?” Aku yakin Mum mengerti maksud dari ucapanku. Biasanya ia langsung memahaminya, bahkan sebelum sempat ku jelaskan padanya. Entah kenapa kali ini ia hanya tersenyum.
“ Kau bisa melakukannya, sayang!” Ia ameyakinkan dengan pergerakan tangannya yang mengelus pipiku.
Aku tertegun.. Apa yang terjadi padanya? Biasanya ia memahami pola pikirku dengan baik. Tapi apa yang kini menyangkut diotaknya? Kenapa ia malah berbalik arah dari yang ku pikirkan.
“ Aku tidak bisa, Mum. Aku tidak mencintainya!” Terlebih aku hanya ingin menikah dengan Arka. Sayangnya pengakuian itu terhenti ditengah tenggorokan ketika aku berusah mengeluarkannya.. Malah kemudian ikut tertelan bersama ludahku.
“ lagipula ia pria yang tampan.” Akh Mum. Wajahku mendadak loyo. Satu-satunya yang tertampan dimataku hanya Arka.
Ia mentertawakan wajah polosku yang menunjukan kejujuran. Lalu sebentar sekali tangannya berpindah membelai rambutku.
“ Dengarkan Mum, sayang!"Ia mulai merenguh wajahku.
“ Lily.. adik perempuanmu.. sudah menikah!” Ia mengatakan dengan pelan. Seakan memintaku menyimaknya.
“Kini kau sudah cukup besar untuk menikah!” tegasnya.
“ Bagai sebuah bunga.. Kau tengah mekar dalam masa seharum-harumnya, Lea. Begitu banyak orang yang tengah mendekatimu, untuk dapat izin memetikmu. Tapi ketika waktu berjalan, dunia berlalu menua, bunga itu akan segera layu.. dan menyisakan kepingan warna yang tak secantik dulu.. Kau pikir siapa yang mau mengambil bunga itu? bila mereka bahkan melihat begitu banyak bunga yang baru mekar disampingmu? ” Aku membeku memikirkan ucapan Mum. Pikiranku seakan tertarik ke garis masa depanku dengan segala kemungkinan yang meleset dari angan-anganku. Tiba-tiba saja aku ingin menyerah. Lalu berpikir apapun yang akan aku lakukan nantinya tak akan berarti bila tidak ada yang bersedia merelakan sisa hidupnya untuk seseorang semenjengkelkan ku.
“ Pikirkan tentang itu, sayang..”Tangannya mulai merenggang..dan kemudian terlepas. aku tidak memiliki satu jawabanpun.
Kedua mata kami bertemu lama.
“ Mum akan menjemput Vaad di rumah Virgi.” Mendadak ia bersuara, mengalihkan ucapan canggung tadi. Lalu buru-buru mengambil langkah menjauh dariku.
Aku yang sedikit linglung berangsur-angsur tersadar.
Dengan terburu-buru akupun berlari menuju kamarku.
Setelah ku lihat tempat tidurku yang terlihat begitu empuk, aku langsung merebahkan badanku dengan penuh harapan keadaanku akan membaik.
Aku berusaha melupakan ucapan Mum yang tajam dan begitu merasuk ke dalam hatiku. Tapi aku tidak bisa.. kalimat-kalimat tersebut seakan telah tertempel dalam pikiranku, lalu diputar terus menerus bagai lagu kesukaanku. Rasanya menyiksa sekali. akupun sampai bisa merasakan kesengsaraan yang akan ku alami pada masa depanku nantinya.
Ku pandangi foto-foto tua bersama keluargaku yang ku panjang didinding kamar. Salah satunya.. Foto liburan dipantai ketika kami belum pindah kemari. Lalu foto ulangtahun Vaad yang ke 5 tahun, ketika itu kenakalan Lily melumuriku dengan kue ulang tahun. Disampingnya terdapat foto Mum dan Lily yang tengah tertawa, dibawahnya foto Ayah yang menggendong Vaad, disampingnya lagi fotoku yang digendong Ayah, lalu disampingnya dengan ukuran foto selebar kertas HVS A4 ada foto Mum yang tengah dicium Ayah. Juga foto kami berlima yang tengah tersenyum manis disofa terang benderang diperpustakaan kecil Mum.Aku ingat sekali, itu foto terakhirku bersama Ayah. Arka yang memotretnya.
Keluargaku dulunya begitu bahagia. Ketika usiaku belum menginjak setua ini. Tentu aku ingin sekali kembali ke sana. Melintasi waktu untuk menjadi Arzalea kecil yang bahagia. Tapi pada kenyataannya, dunia telah berubah.. dunia telah menua.. Aku sudah dewasa.
Mataku bergeser dari foto-fotoku bersama keluargaku.. pada foto-fotoku bersama Arka. selain foto Arka hanya fotoku bersama Vim yang ku tempel dikamarku. Selebihnya hanya Arka.. Arka dan Arka. Begitu banyak kenangan indahku bersama Arka, bahkan nyaris lebih banyak foto Arka dari foto keluargaku.
Lily selalu mengabadikan foto kami. Beberapa diantaranya foto ketika aku tertawa ceria bersama Arka, selfi bersama Arka, ketika Arka memelukku, ketika pulang sekolah, ketika aku mendapatkan banyak hadiah bakso darinya saat usiaku 15 tahun. Atau ketika kami berebahan dikasurku. Kebanyakan Lily yang mengabadikan kebersama kami diam-diam. Dia memang orang yang selalu ingin tahu. Bahkan ia yakin benar, bahwa aku akan bersama Arka selamanya.
Segalanya tentang Arka.. Alasan terkuatku tetap sendirian menjalani hari-hariku hanya Arka. bagaimana bisa aku menikahi orang lain selain Arka? Hidup dalam waktu yang lama selain bersama dirinya? Dalam bayanganku saja.. aku sulit meletakkan diriku dalam posisi tersebut.
Ku pandang kembali Foto-fotoku bersama keluargaku, terutama fotoku bersama Ayah. Dia telah meninggalkanku untuk waktu yang begitu lama, bahkan dalam keadaan yang mungkin tidak bisa dikembalikan lagi.
Semua orang memang akan pergi.. semua yang hidup akan berakhir mati. itulah hukum tetap yang tidak mamu diubah siapapun.
Terkadang.. aku merasa begitu terjebak dalam duniaku. menangis-nangis pada Tuhan dalam keluhan tidak berdaya yang ku rasakan. Aku merasakannya begitu sakit dalam kesengsaraan. tapi kemudian segalanya membaik oleh waktu hanya karena aku meyakini diriku aku mampu bergerak mengiring perubahannya. dan itulah yang memang terjadi.
Lalu kemudian suatu hari.. ketika aku benar-benar dihadapkan pada hari dimana aku sudah dipisahkan dari kehidupan normal penuh keluhan itu, akupun tersadar.. begitulah naik turunnya perasaan manusia.
Itu normal terkadang kita merasa kesal tanpa suatu alasanpun. seperti mungkin merasakan bau neraka yang menyakitkan. Tapi kita melupakan beberapa hal mengenai orang-orang disekeliling kita..
Terkadang aku hanya ingin pergi.. entah kemanapun.. aku hanya tidak ingin terjebak. hanya itu. tapi rupanya itu hanya perasaan sesaat. ketika pikiranku membaik, lalu menyadari bahwa aku salah satu orang paling beruntung didunia ini. Aku memiliki keluarga yang menyayangiku begitu dalam. lalu seorang sahabat yang selalu menjadi malaikat pelindungku.. bagaimana bisa aku merasa tersiksa oleh semua keberuntungan tersebut?
Tapi sekali lagi aku tahu perasaan kesal sekilas itu normal terjadi.
Aku adalah salah satu orang paling beruntung yang hidup diplanet ini. Sebagian lelucon kecil mengesalkan, dan membuatku terpecundangi.. tapi itu hanya masa bawahku yang normal. Karena tidak ada seorangpun yang tidak beruntung mendapatkan kesempatan melihat kehidupan dunia. tidak ada.
Kami semua beruntung mendapatkan apa yang kami miliki.
Tags:
Tertanda
0 komentar